"Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan Tersangka TS," ujar Alex.
Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur selalu memberikan disposisi "lanjutkan".
Dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani Trisna.
"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," kata Alex.
Baca juga: Periksa Eks Irjen ESDM, KPK Dalami Pelaksanaan Audit Internal Terkait Temuan Tukin Fiktif
Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.
Di antaranya pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur; pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta; dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran.
"Uang yang diterima tersangka CP dan tersangka TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya," jelas Alex.
"Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar," ungkap Alex.
Atas perbuatannya keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.