TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior dari Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri tegas mengatakan dirinya tak ingin neko-neko dalam divestasi saham perusahaan nikel asal Brasil, PT Vale Indonesia (Vale).
Menurut Faisal divestasi saham Vale tak perlu ribet, ikut saja aturan main dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
UU tersebut menjelaskan bahwa semua perusahaan asing yang sudah berproduksi 10 tahun wajib mendivestasikan sahamnya sebanyak 51 persen ke pihak nasional.
“Divestasi Vale tak mau neko-neko, ikuti saja ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang. Kalau saya Vale, perpanjangan kontraknya tak perlu berlama-lama, 10 tahun saja perpanjangannya kalau bisa. Tak lebih karena cadangan nikel kita akan habis”, kata Faisal dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan Forum Merah Putih Untuk Divestasi Saham Vale pada Senin (14/8/2023)
Faisal mengatakan pemerintah mestinya tak perlu susah-susah dalam renegosiasi kontrak karena menurut aturan jika sebuah Kontrak Karya (KK) berakhir kontraknya maka tambang itu diserahkan ke negara untuk diperioritaskan ke perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Namun BUMN harus benar, governence, environtmentnya harus benar, keuangannya harus transparan dan jauh dari intervensi politik," kata Faisal.
Hadir dalam diskusi itu, Prof Dr Faisal Santiago (Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur dan Ketua Perhimpunan Pengacara Pertambangan (PERKHAPPI) dan Ferdy Hasiman, Pengamat Tambang dari Alpha Research Database Indonesia.
Jika BUMN tambang juga tak benar mengolah tambang, Faisal menganjurkan agar ada jalan tengah, yaitu 14 persen saham Vale bisa dikelola dalam bentuk Sovereign Wealth Funds (SWF) sebagai kendaraan finansial negara untuk mengatur dana untuk rakyat.
Dana untuk rakyat bisa berasal dari pengolahan tambang dan Sumber daya Alam (SDA) lainnya.
Faisal beranggapan bahwa Vale tentunya merasa keberatan jika konsolidasi keuangan dan penentuan posisi kunci seperti CEO ada di pihak MIND ID.
“Vale pasti tidak mau itu, apalagi sudah membangun tiga (3) smelter nikel di Sulawesi. Jalan tengahnya kalau begitu ya ke SWF saja," katanya
Hal senada diungkapkan Prof Dr Faisal Santiago.
Menurut Faisal Santiago, pemerintah tidak perlu memperpanjang operasi produksi PT Vale menjadi IUPK, apabila PT Vale belum mendivestasikan 51 persen sahamnya ke Pemerintah, melalui MIND ID (BUMN).
“Pemerintah melalui MIND ID (BUMN) mesti melibatkan BUMD agar ada transformasi kemanfaatan bagi entitas ekonomi lokal. Kalau konsisten berdasarkan UU Minerba ya, divestasinya harus 51 persen ke MIND ID," katanya.
Faisal Santiago mengatakan berdasarkan UU, PT Vale dikenai kewajiban divestasi saham sesuai dengan Kontrak Karya.
“Berdasarkan Pasal 112 UU Minerba, Badan Usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51%(lima puluh satu persen) secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan/atau Badan Usaha swasta nasional”.
Dengan itu, negara memiliki saham mayoritas, sehingga ada kontrol pengelolaan pertambangan dari asing ke peserta dalam negeri (Pemerintah, pemda, BUMN, BUMD).
Santiago juga mengatakan pemerintah perlu memastikan Kepatuhan (compliance) Perusahaan dalam Pembayaran Pajak, Royalti, dan Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan Menjaga Kepentingan Nasional Berdasarkan Prinsip-Prinsip International Best Mining Practice.
Sementara, Pengamat Tambang Dari Alpha Research Database, Ferdy Hasiman mengatakan divestasi saham Vale Indonesia memang menjadi pusat polemik dan belum menemukan titik temu.
Ferdy mengungkapkan, divestasi saham Vale ini menjadi kompleks karena 20 persen saham Vale Indonesia sudah di IPO di pasar modal Indonesia, Vale Kanada 41 persen, MIND ID 20 persen dan Sumitomo 15 persen.
“Vale beranggapan bahwa sahamnya sudah 40 persen diserahkan ke pihak nasional, termasuk 20 persen ke MIND ID. Sementara banyak pihak mengatakan bahwa 20 persen yang IPO di pasar modal belum tentu milik domestic. Itu jadi rumit”, kata Ferdy
Ferdy beranggapan solusi divestasi 14 persen bisa menjadi win-win-solution karena nanti MIND ID akan menjadi pemegang saham mayoritas saham di Vale.
Baca juga: Divestasi Vale Belum Rampung, Jokowi: Mundur Sedikit Biar Tidak Keliru
Hanya yang paling penting adalah bagaimana pemerintah, Vale dan pihak kementerian BUMN duduk bereng menentukan posisi strategis di dalam perusahaan.
“Mungkin hal-hal strategis seperti ini yang belum selesai, seperti konsolidasi keuangan dan operasi bagaimana”, kata Ferdy
Ferdy Berharap, pemerintah, manajemen Vale dan manajemen MIND ID bisa duduk bereng untuk menyelesaikan persoalan divestasi agar tak berlarut-larut.