TRIBUNNEWS.COM - Fakta-fakta kualitas udara di kawasan Jabodetabek buruk akhir-akhir ini.
Kualitas udara yang buruk di Jakarta tengah menjadi sorotan publik.
Bahkan, pemerintah tengah menyiapkan upaya-upaya untuk menanggulangi polusi udara tersebut.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama jajarannya baru saja menggelar rapat dengan pada Senin (14/8/2023), di Istana Merdeka Jakarta, untuk membahas polusi udara di Jabodetabek yang dinilai semakin buruk.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan buruknya udara di Jakarta.
Termasuk faktor kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi.
Kemudian, faktor pembuangan emisi dari transportasi dan aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur.
Baca juga: Polusi Udara Memburuk, Mantan Menteri LHK Dorong Percepatan Transisi Kendaraan Listrik
Fakta-fakta Polusi Udara di Jakarta
- Permasalahan Polusi di Jakarta Meningkat sejak Juni
Permasalahan polusi udara di Jakarta sudah terjadi beberapa bulan yang lalu.
Demikian disampaikan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Krusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro.
Hal ini, kata Sigit dipengaruhi oleh siklus meteorologi yang terjadi sejak tiga bulan terakhir.
"Jadi kalau dari segi siklus, memang bulan Juni, Juli, Agustus itu selalu terjadi peningkatan pencemaran di Jakarta karena dipengaruhi oleh udara dari timur yang kering," kata Sigit, dikutip dari Kompas.com, Senin (14/8/2023).
- Kualitas Udara di Jakarta semakin Buruk
Dikutip dari TribunJakarta.com, kualitas udara di Jakarta sempat jadi yang terburuk versi situs IQAir pada Selasa (8/8/2023).
Indeks Kualitas Udara (AQI) pada Selasa, sekira pukul 05.00 WIB, mencapai 160 dengan konsentrasi polutan utama PM2.5 sebesar 72 mikrogram per meter kubik.
Nilai tersebut, menempatkan kualitas udara Jakarta menjadi yang paling terburuk di dunia.
Disusul Johannesburg, Afrika Selatan (152); Beijing, Tiongkok (152); Santiago, Cili (131); dan Lahore, Pakistan (112).
- Penyebab Udara Buruk di Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai kualitas udara di DKI Jakarta buruk disebabkan karena adanya pengaruh udara dari timur yang bersifat kering.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Sigit Reliantoro, udara dari timur itu merupakan siklus yang biasa terjadi di bulan Juni, Juli dan Agustus.
Ditambah adanya aktivitas ekonomi yang menambah tercemarnya kualitas udara di DKI Jakarta, seperti penggunaan bahan bakar, baik dari masyarakat maupun industri.
Terutama yang bersumber dari minyak dan gas.
"Jadi kalau dari segi bahan bakar yang digunakan di DKI Jakarta itu bahan bakar itu adalah sumber emisi itu adalah dari batubara 0,42 persen dari minyak itu 49 persen dan dari gas itu 51 persen," ungkap Sigit Reliantoro, dikutip dari Kompas TV, Sabtu (12/8/2023).
Sementara jika dilihat dari sektor-sektornya, penyumbang terbanyak pencemaran udara yakni dari moda transportasi dan industri.
"Dilihat dari sektor-sektornya, maka transportasi itu 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen," lanjut Sigit.
- Dampak Polusi Udara, ASN Pemprov DKI Bakal WFH Mulai September
Akibat polusi udara, banyak warga DKI Jakarta yang mulai mengalami beberapa gangguan kesehatan seperti batuk, pilek, alergi dan tenggorokan.
Tak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, polusi udara juga mempengaruhi aktivitas warga.
Dikutip dari TribunJakarta.com, adanya polusi udara tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono berencana menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi pegawai di lingkungan Pemprov DKI.
Heru mengatakan, kebijakan ini diterapkan menyusul semakin buruknya kondisi kualitas udara di ibu kota beberapa waktu belakangan ini.
“Mudah-mudahan September ini (sistem WFH) bisa langsung dijalankan,” ucapnya saat ditemui di Istana Negara, Senin (14/8/2023).
Lebih lanjut, Heru menjelaskan, sistem itu, tak berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tugasnya secara langsung melayani masyarakat.
“Kalau pegawai yang bersentuhan dengan masyarakat tentu ke kantor. Kalau tidak pelayanan, seperti perencanaan dan lainnya mungkin bisa WFH,” katanya.
Kebijakan tersebut, disampaikan saat Heru Budi mengikuti rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Heru pun mengimbau kepada seluruh perusahaan swasta di DKI Jakarta untuk turut mengikuti kebijakan WFH ini.
Diharapkan, melalui kebijakan itu, angka polusi udara di Jakarta bisa ditekan.
Baca juga: Viral Video Penampakan Langit di Jakarta Diselimuti Asap Hitam Disebut Polusi, BMKG Buka Suara
- Upaya Atasi Polusi Udara, Jokowi Dorong Rekayasa Cuaca hingga Kantor Terapkan WFO-WFH
Presiden Jokowi bersama jajarannya menggelar rapat terbatas (ratas) hari ini, Senin (14/8/2023), di Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden membahas terkait polusi udara di Jabodetabek yang dinilai semakin buruk.
"Hari ini kita akan membahas mengenai kualitas udara di Jabodetabek yang selama satu pekan terakhir kualitas udara di Jabodetabek sangat-sangat buruk, dan tanggal 13 Agustus 2023 kemarin indeks kualitas udara di DKI Jakarta di angka 156 dengan keterangan ‘Tidak Sehat’," katanya, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Oleh sebab itu, Jokowi memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan situasi udara di Jakarta.
Orang nomor satu di Indonesia ini, mengatakan ada faktor kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi.
Kemudian, faktor pembuangan emisi dari transportasi dan aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur.
Untuk itu, Presiden menyampaikan sejumlah instruksi untuk menangani polusi udara di Jakarta.
"Saya memiliki beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian seluruh kementerian dan lembaga terkait," jelasnya.
Pertama, kata Jokowi, dalam jangka pendek secepatnya harus dilakukan intervensi yang bisa meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek lebih baik.
"Kemudian juga rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek, dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi Euro 5 dan Euro 6, khususnya di Jabodetabek. Kemudian perbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran. Siapkan anggaran," ungkap Jokowi.
Bila diperlukan, Jokowi menyebut, kantor perlu mendorong pelaksanaan kerja secara hybrid working: work from office, work from home.
"Mungkin saya enggak tahu nanti dari kesepakatan di Rapat Terbatas ini apakah 75:25 atau angka yang lain," terangnya.
Kedua, dalam jangka menengah.
Jangka menengah tersebut, yakni konsisten melaksanakan kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan segera beralih ke transportasi massal.
"Saya kira bulan ini LRT segera dioperasionalkan, MRT juga sudah beroperasi, kemudian Kereta Cepat bulan depan juga sudah beroperasi dan juga percepatan elektrifikasi kendaraan umum dengan bantuan pemerintah," kata Jokowi, dilansir Setkab.go.id.
Ketiga, menurut Jokowi, dalam jangka panjang perlu memperkuat aksi mitigasi.
Lalu, adaptasi perubahan iklim harus dilakukan pengawasan kepada sektor industri dan pembangkit listrik, terutama di sekitar Jabodetabek.
Terakhir, yaitu mengedukasi publik.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Galuh, TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci, Kompas.com/Alinda Hardiantoro)