Soepratman dikenal rajin mengunjungi rapat-rapat pergerakan Nasional di gedung Pertemuan Gang Kenari Jakarta.
Ia mulai mencipta lagu Indonesia Raya di tahun 1928.
Semula W.R. Soepratman menciptakan lagu “Indonesia Raya” dengan judul “Indones, Indones, Merdeka, Merdeka”.
Sehingga Soepratman sempat dikejar oleh Polisi Hindia Belanda.
Pada Kongres Pemuda-pemuda Indonesia ke II di Jakarta pada tanggal 27-28 Oktober 1928, dihasilkan Sumpah Pemuda, yang mengakui lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia.
Dalam kongres itu, dinyanyikan lagu Indonesia Raya dengan iringan gesekan biola W.R. Soepratman.
Tetapi, lagu tersebut tetap dilarang untuk dinyanyikan sampai tentara Jepang mengizinkan tahun 1944.
Baca juga: Profil Nusantara United: Klub Liga 2 Milik Ponakan Erick Thohir, Markas di IKN, Presiden El Rumi
Lantas, pada 1930-1937, ia berpindah-pindah tempat hingga tahun 1937 ia dibawa oleh saudaranya ke Surabaya dalam keadaan sakit.
Pada 7 Agustus 1938 ketika sedang memimpin pandu-pandu KBI menyiarkan lagu, Matahari Terbit “ di NIROM” Jalan Embong Malang Surabaya ia ditangkap dan ditahan di penjara Kalisosok.
Kemudian pada 17 Agustus 1938 (Rabu Wage), W.R. Soepratman meninggal dunia di Jalan Mangga 21 Surabaya tanpa istri dan anak karena memang belum menikah dan dimakamkan di kuburan umum Kapas Jalan Kenjeran Surabaya secara Islam.
Ia juga meninggalkan pesan terakhir sebagai berikut:
“ Nasibkoe soedah begini inilah jang disoekai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal saja ikhlas. Saja toch soedah beramal, berdjoeang dengan carakoe, dengan bolakoe, saja jakin Indonesia pasti Merdeka” - W.R.Soepratman .
Baca juga: Profil Ismail Thomas Tersangka Korupsi Kasus Tambang, Anggota DPR Fraksi PDIP Berharta Rp9,8 Miliar
Daftar Lagu Ciptaan W.R.Soepratman
- Kebangsaan Indonesia Raya (1928)
- Indonesia Iboekoe (1928)
- Bendera kita Merah Poetih (1928)
- Bangunlah Hai Kawan (1929)
- Raden Adjeng Kartini (1929)
- Mars KBI (Kepandoean Indonesia) (1930)
- Di Timur Matahari (1931)
- Mars PARINDRA (1937)
- Mars Surya Wirawan (1937)
- Matahari Terbit Agustus (1938).
(Tribunnews.com/Oktavia WW)