Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung dibanding-bandingkan dengan tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara lantaran belum berhasil menangkap makelar kasus (markus) BTS Kominfo.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman bahkan menyebut Kejaksaan Agung kalah canggih dari Kejati Sultra.
Sebab Kejati Sultra sudah lebih dulu menangkap markus dalam perkara korupsi tambang Blok Mandiodo pada Jumat (18/8/2023) lalu.
"Yurisprudensinya ya si Amelia Sabar kemarin yang diduga menerima Rp 6 miliar untuk menutup perkara korupsi nikel di Sulawesi Tenggara dan malah lebih duluan. Artinya ini lebih canggih penyidik Kejaksaan Tinggi Sultra," kata Boyamin dalam keteranganya, Senin (21/8/2023).
Padahal tersangka yang ditangkap Kejati Sultra belum sempat mengamankan perkara tambang tersebut.
Namun dalam korupsi BTS, diduga sudah ada uang-uang yang mengalir untuk mengamankan perkara.
Baca juga: Sidang Praperadilan Kasus BTS Kominfo Lanjut Besok, Jaksa Diminta Jawab Misteri Uang Rp 27 Miliar
"Maka kepada pihak-pihak yang menerima dana dari kasus BTS Kominfo dengan tujuan untuk menutup perkara, maka harusnya juga dikenakan menghalangi penyidikan," ujar Boyamin.
Karena itu, MAKI mendukung adanya supervisi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait markus-markus perkara BTS.
Nantinya, para markus tersebut diharapkan dijerat pasal perintangan penyidikan, sebagaimana yang dilekatkan pada kasus Sultra.
Baca juga: Hakim Peringatkan Kejaksaan Agung untuk Hadir dalam Sidang Praperadilan Korupsi BTS Kominfo Besok
"Saya sangat mendukung KPK apabila mensupervisi kasus yang terkait dengan BTS, pihak-pihak yang dianggap menerima uang dari klaster markus itu. Yang menjanjikan akan mampu menutup perkara, berarti itu kan Pasal 21 menghalangi penyidikan bisa dikenakan kepada mereka," kata Boyamin.