TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi I DPR RI menjelasan alasan rapat pembahasan revisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kerap digelar tertutup.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari saat Rapat Dengar Pendapat mendengar masukan revisi UU ITE dengan LKHT UI, pemantau regulator media, asosiasi e-commerce Indonesia hingga asosiasi trust Indonesia, Rabu (23/8/2023).
"Saya sampaikan juga agar bapak, ibu yang memberikan masukan kepada kita, beberapa kali rapat kita buat secara tertutup untuk keleluasaan kami membahas exercise dengan isu-isu yang sensitif," kata Kharis di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta.
Kharis menyebut, jika rapat digelar secara terbuka berpotensi menimbulkan polemik di publik, dalam pengujian pasal melalui kasus-kasus. Menghindari hal itu, rapat digelar secara tertutup.
"Di-exercise itu kan kadang polisi, kasus ini, menyebut nama orang segala macam. Jadi kalau misalnya dibuka rapatnya, jadi rapat ditutup bukan untuk tujuan gimana-gimana. Tapi untuk melindungi agar tidak disalahgunakan pembahasan dalam rapat itu," ucapnya.
"Tidak ada perekaman terhadap contoh, ini kasus contoh. Misal ayat ini kalau diterapkan ini bagaimana, pasti kejaksaan atau kepolisian, akan, oh ini kasusnya begini, begini, detail. Nah ini enggak bisa di rapat secara terbuka," lanjutnya.
Lebih lanjut, Kharis menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat sebab hal tersebut muncul berbagai persepsi negatif.
Baca juga: Ahli Pidana Soal UU ITE Dianggap Alat Kriminalisasi: Kritik Dijamin UU Tapi Harus Disampaikan Sopan
Namun dia menegaskan komitmen Komisi I DPR tidak ingin mempertahankan pasal karet.
"Saya mohon maaf ini ada sebagai salah persepsi, ini mau mempertahankan pasal karet, enggak ada, justru semangat kita tidak terjadi pasal yang sering dikatakan pasal karet," tandasnya.