TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang tergabung dalam koalisi Cekfakta menggelar kick off diskusi bulanan untuk memetakan data hoaks jelang Pemilu 2024.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan data/informasi terbaru mengenai kondisi dan situasi hoaks/informasi palsu yang muncul baik di media online maupun platform media sosial.
Sekretaris Jenderal AMSI, Maryadi mendukung kegiatan koalisi Cekfakta yang sudah terbangun sejak 2018.
"Diskusi bulanan menjelang Pemilu 2024 melalui sosial media monitoring dapat mengantisipasi penyebaran hoaks, sekaligus sebagai inventarisir bank data hoaks. Kegiatan baik ini harus didukung," kata Maryadi di Hotel El Royale, Bandung, Jumat (25/8/2023).
Baca juga: KSP Serukan Pemilu Damai Tanpa Hoaks dan Ujaran Kebencian
Kick off diskusi bulanan cek fakta dibuka anggota Dewan Pers, Sapto Anggoro.
Sapto melihat bahwa hoaks akan terus meningkat bersamaan dengan tahun politik.
Ia berharap, diskusi bulanan yang diselenggarakan AMSI dapat mengidentifikasi hoaks lebih awal.
"Diskusi ini penting untuk dilakukan secara reguler karena kondisi/informasi palsu akan selalu berubah setiap saat. Koalisi Cekfakta dapat menjadi garda depan untuk mencegah hoaks. Dewan Pers sangat mengapresiasi," katanya.
Dipandu oleh Trainer Cek Fakta, Anastasya Andriarti, diskusi dimulai dengan laporan pemantauan media sosial hoaks dengan memakai mesin artificial intelligence milik Binokular.
Ini merupakan alat yang digunakan koalisi Cekfakta untuk sosial media monitoring menjelang Pemilu 2024.
Project Manager Social Index Binokular, Danu Setio Wihananto memberikan gambaran bahwa hoaks politik mayoritas mengarah pada serangan personal atau identitas para tokoh seperti capres atau cawapres.
"Hoaks seputar politik dominan mengarah pada penyerangan atas personal capres, cawapres," kata Danu.
Baca juga: Hoaks Masih Jadi Titik Rawan Pemilu 2024, Bawaslu Khawatir Terjadi Polarisasi Seperti Pemilu 2019
Menurut ahli hukum pers, Yosep Adi Prasetyo, hoaks itu erat dengan bisnis dan acapkali diproduksi untuk motif ekonomi.
Hoaks terbanyak menurut Yosep adalah hoaks tentang kesehatan.