TRIBUNNEWS.COM - Ibu dari Imam Masykur, Fauziah mengungkapkan sempat beberapa kali berkomunikasi dengan anaknya sebelum meninggal.
Diketahui Imam Masykur adalah warga Aceh yang meninggal dunia setelah menjadi korban penganiayaan oleh oknum Paspampres.
Sebelum meninggal, Imam sempat diculik dan mendapat banyak pukulan keras dari oknum Paspampres tersebut.
Fauziah mengatakan setelah Imam diculik ia sempat mendapat telepon dari anaknya itu.
Dalam telepon tersebut, Imam memberitahukan bahwa dirinya ditangkap dan dipukul.
Sembari menangis, Imam mengaku tidak tahan lagi dengan penganiayaan yang diterimanya.
Baca juga: Panglima TNI Minta Oknum Paspampres yang Aniaya Pemuda Aceh Dihukum Berat, Begini Kata Pengamat
Sehingga Imam meminta Fauziah untuk segera mengirim uang tebusan sebanyak Rp 50 juta.
"Pertama kita tahu dia diculik, ada telepon dari dia, minta tebusan Rp 50 juta. 'Abang udah ditangkap, dipukul keras, enggak tahan lagi, cepat-cepat kirim duit,'" kata Fauziah dalam tayangan Program 'Sapa Indonesia Pagi' Kompas TV, Selasa (29/8/2023).
Setelah itu, Fauziah mendapatkan kiriman video Imam, dan kembali mendapat telepon dari Imam.
Masih dengan menangis, Imam mendesak agar Fauziah cepat mengirimkan uang karena ia sudah tidak tahan lagi.
Imam mengaku terus mendapatkan pukulan keras, bahkan menyebut sedikit lagi dirinya akan mati.
Baca juga: Oknum Paspampres Aniaya Pemuda Aceh hingga Tewas, Pengamat Militer: Harus Diadili di Peradilan Umum
Fauziah saat itu menjawab bahwa dirinya tidak punya uang sebanyak Rp 50 juta untuk menebus Imam.
Imam menyarankan Fauziah untuk meminjam kepada saudara-saudara mereka.
"Habis itu kirim video, beberapa saat menjelang, baru telepon ke ibu. Sambil menangis dia bilang, 'Mak cepat-cepat kirim duit, ini saya tidak tahan lagi, saya dipukul keras, sedikit lagi saya mau mati.'"
"Mau cari kemana uang, emak tidak ada uang Rp 50 juta. 'Pinjam ke saudara-saudara lah mak, cepat kirim saya, saya tidak tahan lagi.' Dia nangis keras," ungkap Fauziah.
Kemudian di telepon ketiga, Fauziah yang pertama menelepon, tapi yang mengangkat adalah Oknum Paspampres atau pelaku penganiaayaan Imam.
Baca juga: Terungkap Alasan Paspampres Aniaya Imam hingga Tewas, Korban Disebut Jual Obat Ilegal lalu Diperas
Oknum Paspampres tersebut mendesak Fauziah untuk mengirimkan uang malam itu juga.
Karena jika tidak mengirimkan uang, pelaku mengancam akan membunuh dan membuah Imam ke sungai.
Menjawab ancaman pelaku, Fauziah menyebut akan berusaha mencari uang untuk mengirim tebusan.
Fauziah juga berjanji akan segera mengirimkan uang kepada pelaku.
Baca juga: Netizen Serbu Akun Oknum Paspampres yang Aniaya Imam Masykur, Pamer Piket hingga Jaga Istana
Oleh karena itu Fauziah meminta agar pelaku berhenti memukuli anaknya lagi.
"Ada tiga kali telepon ke Ibu, yang terakhir Ibu yang telepon ke sana. Yang jawab tersangka. Dia bilang ke Ibu, 'Cepat kirim uang malam ini.'"
"Saya bilang saya usahakan, tapi anak ibu jangan dipukul lagi. Saya cari uang, cepat saya kirim, sebab kami tidak ada uang."
"Jangankan Rp 50 juta, seribu pun enggak ada duit. Dibilang tersangka itu, kalau enggak kirim duit malam ini, anak ibu dibunuh, dibuang ke sungai," terang Fauziah.
Baca juga: Oknum Paspampres yang Aniaya Pemuda Aceh Tak Bertugas Kawal Presiden, tapi Urusi Motor Patwal
Panglima TNI Kawal Kasus Warga Aceh Tewas Dianiaya Oknum Paspampres
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono prihatin atas kasus penganiayaan yang diduga dilakukan oknum anggota Paspampres Praka Riswandi Manik dan rekan-rekannya.
Penganiayaan ini menyebabkan seorang warga Aceh, Imam Masykur meninggal dunia.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono mengatakan Panglima TNI juga akan mengawal kasus tersebut agar pelaku dihukum dengan berat.
"Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup, dan pasti dipecat dari TNI karena termasuk tindak pidana berat, melakukan perencanaan pembunuhan," kata Julius ketika dikonfirmasi pada Senin (28/8/2023).
Baca juga: Panglima TNI Diminta Tindak Tegas Oknum Paspampres Penganiaya Pemuda Aceh Hingga Tewas
Sebelumnya beredar foto sebuah surat Berita Acara Penyerahan Mayat tertanda Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta Polisi Militer yang mengungkap dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian warga Aceh bernama Imam Masykur (25) pada Kamis (24/8/2023).
Foto tersebut beredar di kalangan wartawan pada Minggu (27/8/2023).
Dalam surat tersebut tertulis penyerahan jenazah tersebut didasarkan pada Laporan Polisi Pomdam Jaya Nomor LP-63/A-56/VIII/2023/ldik tanggal 22 Agustus 223 tentang tindak pidana merampas kemerdekaan seseorang, pemerasan, dan penganiayaan yang menyebabkan mati yang diduga dilakukan oleh Praka Riswandi Manik, NRP 31130773030694, Ta Walis 3/3/III Ki C Walis Yonwalprotneg Paspampres dkk 2 (dua) orang.
Dalam foto surat tersebut juga tertera identitas jenazah.
Jenazah atas nama Imam Masykur tersebut lahir di Mon Keulayu pada 26 Juni 1998, bekerka sebagai Wiraswasta, dan beralamat di Dusun Arafah, Kelurahan Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireun Provinsi Aceh.
Baca juga: Postingan Terakhir Imam Korban Penganiayaan Oknum Paspampres Disorot, Bahas Dosa dan Permintaan Maaf
Menanggapi hal tersebut, Komandan Paspampres Mayjen TNI Rafael Granada Baay mengatakan saat ini pihak berwenang yaitu Pomdam Jaya sedang melaksanakan penyelidikan terhadap dugaan adanya keterlibatan anggota Paspampres dalam tindak pidana penganiayaan.
"Terduga saat ini sudah ditahan di Pomdam Jaya untuk diambil keterangan dan kepentingan penyelidikan," kata Rafael ketika dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (27/8/2023).
Ia juga menegaskan proses hukum akan dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku apabila anggota Paspampres tersebut terbukti melakukan tindak pidana.
"Apabila benar-benar terbukti adanya anggota Paspampres melakukan tindakan pidana seperti yang disangkakan di atas pasti akan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata Rafael.
"Kami mohon doanya semoga permasalahan ini dapat segera diselesaikan. Terima kasih," sambung dia.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan)