TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman masih meyakini kalau gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 tidak akan berubah.
Habiburokhman juga menyatakan tidak sepakat kalau wacana Pilkada dimajukan dari yang sebelumnya November 2024 menjadi September 2024.
"Jangan, jangan, tetap on schedule aja karena kan itu semua orang sudah mempersiapkan, masing-masing partai sudah mempersiapkan, jeda waktu itu sudah dihitung banget loh," kata Habiburokhman kepada awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Kata dia, setiap partai politik peserta pemilu pasti sejauh ini sudah matang dalam mempersiapkan Pilkada tersebut.
Oleh sebabnya, kalau jadwal itu berubah maka diyakini Habiburokhman akan merusak seluruh strategi tiap parpol.
"Jeda waktu sekian bulan kalau kami sudah hitung-hitungan banget, sudah matang. Tidak bisa dimundur, tidak bisa dimajukan. Bisa merusak startegi kami," ujar dia.
"Karena kan orang capek, capeknya pilpres belom ilang, kalau dimajukan takutnya tidak siap, berantakan malah," sambungnya.
Atas hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu meminta agar seluruh stakeholder untuk fokus pada jadwal yang udah ditentukan.
Namun, jika memang ada aspek yang perlu dikaji maka bukan tidak mungkin kemungkinan itu bisa dibahas.
"Ya apapun lah ya. Tapi yang jelas sudah sekian lama kami persiapkan jadwal segitu. Ya nanti silahkan saja dikaji. Tapi kalau menurut saya, kalau anda tanya ke saya ya riskan," tukas Habiburokhman.
Sebelumnya, wacana mempercepat jadwal Pilkada serentak 2024 yang sedianya digelar November mendatang terus bergulir.
Rencana memajukan jadwal Pilkada disebut-sebut akan dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang diterbitkan oleh Presiden Jokowi.
Terkait hal tersebut Presiden mengatakan pembahasan wacana mengubah jadwal Pilkada belum sampai pada penerbitan Perppu.
"Belum sampai ke situ kok saya," kata Jokowi usai meresmikan pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVIII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tahun 2023, di ICE BSD, Tangerang, Kamis, (31/8/2023).
Menurut Presiden rencana mempercepat Jadwal Pilkada memerlukan pertimbangan yang mendalam. Saat ini kajian untuk mempercepat jadwal Pilkada masih berada di Kemenlu Dalam Negeri (Kemendagri).
Baca juga: Pimpinan Komisi II DPR: Wacana Memajukan Pilkada Serentak Harus Dikaji Lebih Dalam
"Urgensinya apa, alasannya apa, semuanya perlu dipertimbangkan secara mendalam. Saya kira semua itu masih kajian di Kemendagri dan saya belum tahu mengenai itu," katanya.
Diberitakan, Wakil Ketua Komisi II DPR, Yanuar Prihatin, menyebut wacana untuk memajukan Pilkada serentak dari 27 November ke September 2024 bakal rentan intervensi oleh pemerintah.
Sebab secara politik, pemerintahan saat ini di bawah naungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah sangat kokoh.
Sehingga menurutnya jika Pilkada 2024 dimajukan maka proses itu tak lepas dari unsur kepentingan politik di dalam nya.
Beda hal, lanjut Yanuar, jika pilkada berlangsung di bulan November dengan formasi pemerintah yang baru pasca-pilpres yang menurutnya belum terkonsolidasi secara sempurna.
“Bahkan dalam pemerintahan yang baru, pelaksanaan pilkada serentak di bulan November 2024 akan lebih netral dari kemungkinan intervensi pemerintah. Sebab pemerintahan baru belum terkonsolidasi secara sempurna di bulan November 2024,” ujar Yanuar dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/8/2023).
“Namun bila pilkada serentak dilaksanakan pada September 2024, itu berarti masih dalam rentang kendali pemerintahan yang sekarang. Secara politik tentu saja pemerintahan saat ini sedang dalam puncak konsolidasi yang kokoh. Tidak mungkin bebas kepentingan dalam pilkada serentak yang akan berlangsung itu,” sambungnya.
Sehingga dari sudut pandang itu, Yanuar yakin pilkada di bulan November 2024 lebih menguntungkan bagi konsolidasi demokrasi, netralitas pemerintah, kebebasan partai politik mengusung calon kepala daerah dan kenyamanan terbaik untuk kemandirian penyelenggara pemilu mempersiapkan penyelenggaraan eventnya.
Lebih lanjut, ia juga menilai perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang.
Seandainya perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan sebelumnya, yakni saat membahas jadwal pemilu legislatif dan pemilu presiden 2024, Yanuar yakin suasananya akan lebih kondusif.
“Secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu. Namun sekarang kondisi sudah jauh berbeda. Proses politik pemilu makin mendekati titik puncak,” tuturnya.