TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komjen (Purn) Nana Sudjana secara resmi menjabat sebagai Pj Gubernur Jawa Tengah (Jateng) setelah resmi dilantik Mendagri, Tito Karnavian, Selasa (5/9/2023).
Nana mengaku baru mengetahui jika dirinya dipercaya untuk menggantikan jabatan yang ditinggalkan Ganjar Pranowo setelah ramai di media massa.
"Ya tahunya (ditunjuk sebagai Pj Gubernur Jateng) baru saja, begitu ramai di media lah ya Alhamdulillah lah," kata Nana saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat.
Meski begitu, Nana mengaku tetap siap mengemban amanah tersebut dengan meningkatkan program-program yang ditinggalkan Ganjar Pranowo.
Baca juga: VIDEO Mendagri Tito Tegaskan Pelantikan Empat Pj Gubernur dari TNI/Polri Tidak Salahi Aturan
"Selanjutnya kami akan terus melaksanakan apa yang sudah merupakan suatu kebijakan Gubernur yang lama. Kami akan lanjutkan dan tentunya dengan beberapa peningkatan-peningkatan dan inovasi-inovasi yang kami lakukan dalam rangka melaksanakan tugas sebagai Pj Gubernur yang baru," ucapnya.
Komjen (Purn) Nana Sudjana mengaku akan meningkatkan sejumlah program setelah resmi dengan Pj Gubernur Jawa Tengah.
Adapun kegiatan yang akan difokuskan Nana ke depannya adalah persiapan soal Pemilu maupun Pilkada.
"Yang jelas kan saat ini kita sedang tahun politik ya, ya kami persiapkan betul, pesta demokrasi baik itu Pemilu pemilihan presiden, Pilkada," kata Nana.
Nantinya, Nana akan berkolaborasi bersama Forkopimda agar pelaksanaan pesta demokrasi khususnya di Provinsi Jawa Tengah bisa berjalan dengan lancar.
"Tentunya akan kolaborasi dengan forkopimda juga KPU dan Bawaslu supaya pelaksanaan di Jawa Tengah ini berjalan dengan tertib lancar dan tentunya baik," ungkapnya.
Di sisi lain, ada sejumlah program prioritas yang akan ditingkatkan oleh Nana. Program tersebut terkait inflasi hingga pendidikan.
"Program lainnya saya rasa masalah penanganan inflasi, kemudian masalah alam, kemudian masalah pendidikan yang akan terus kami tingkatkan menjadi lebih baik," jelasnya.
Baca juga: Ditunjuk Jadi Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana Dipastikan Sudah Pensiun dari Polri
Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri) Tito Karnavian resmi melantik sembilan penjabat (Pj) Gubernur untuk menggantikan Gubernur aktif yang sudah memasuki purna tugas.
Pelantikan itu digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pelantikan sejumlah Pj Gubernur tersebut sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 74/P/2023 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur dan Wakil Gubernur dengan masa jabatan paling lama satu tahun terhitung sejak saat pelantikan.
Sebelum melantik, Menteri Tito memimpin pembacaan sumpah jabatan untuk para penjabat gubernur tersebut.
"Saya bersumpah, saya berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Pj gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat nusa dan bangsa," pimpin Tito.
Sebagaimana diketahui, para penjabat gubernur itu ditetapkan dalam sidang tim penilai akhir (TPA).
Sidang tersebut dipimpin langsung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (31/8/2023) lalu.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan langkah yang bakal dilakukan jika seandainya ada Pj Gubernur terlantik yang melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya.
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, Resmi Gantikan I Wayan Koster
Tito mengatakan, agar melihat lebih lanjut terlebih dahulu kesalahan yang dilakukan oknum Pj Gubernur itu.
"Kalau nanti terjadi Pj ini ada yang melakukan kesalahan, kita lihat dulu, salahnya ini karena oknumnya berbuat insidental salah atau memang latar belakangnya buruk," kata Tito.
Ia kemudian menuturkan, jika kepala daerah yang bersalah merupakan hasil terpilih dari pilkada, maka menjadi tanggung jawab rakyat, yang dalam hal ini sebagai pemilih.
Meski demikian, Tito tak menutup mata jika ada kemungkinan kesalahan memilih Pj Gubernur itu dilakukan pemerintah, sebagai pihak yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang.
Oleh karena itu, ia menegaskan, berhati-hati dalam memilih sosok kepala daerah.
"Yang tanggung jawab kalau yang dari pilkada itu tanggung jawabnya rakyat, kenapa milih dia. Tapi kalau ini tembakannya salah ya Mendagri dan Pak presiden, karena Undang-Undang memberikan kewenangan kepada Presiden dan Mendagri. Makanya kami juga enggak mau salah, harus hati-hati betul," kata Tito.
"Kalau salah ya salah insidental tapi, bukan salah karena dari awalnya sudah salah milih," tambah Tito.
Eks Kapolri tersebut juga mengingatkan para Kepala Daerah untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.
"Begini saja, Pj ini kan kita perintahkan netral. Anda ASN, tujuan anda jadi Pj kan mengisi kekosongan pemerintahan yang running syukur kalau bisa memperbaiki sistem," kata Tito.
Tito mengatakan Pj Gubernur akan diawasi banyak pihak.
Selain evaluasi oleh Kemendagri, Pj Gubernur juga akan diawasi oleh masyarakat dan juga para ASN di lingkungan Pemprov masing-masing.
"Anda diawasi banyak pihak. Di internal diawasi juga oleh karyawannya yang juga bukan orang bodoh. Pinter pinter juga. Kemudian mereka juga diawasi jajaran pengawas internal, oleh masyarakat dan diawasi juga oleh semua Parpol," katanya.
Oleh karena itu kata Tito apabila aturan netralitas Pj Gubernur dilanggar maka siap-siap untuk mendapatkan sanksi. Mulai yang ringan hingga yang berat.
"Jadi kalau seandainya ada aturan netral, lalu mereka enggak netral kita periksa dan kemudian kalau terbukti ya kita beri sanksi dari yang teringan sampai yang terberat," ujar Tito.
4 Pj Gubernur Berasal dari TNI/Polri
Mantan bos Densus 88 Mabes Polri ini juga menegaskan bahwa pelantikan empat Pj Gubernur yang berasal dari TNI/Polri tersebut tidak menyalahi aturan.
Tidak ada aturan yang dilanggar dari pelantikann empat Pj Gubernur tersebut.
Pelantikan Pj dilakukan berdasarkan UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam UU tersebut persyaratan untuk menjadi Pj Gubernur adalah pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon 1.
"Nah madya itu adalah eselon 1 struktural disitu tidak disebutkan dia harus ASN, dari Polri/TNI juga enggak dilarang dalam UU itu, enggak ada larangannya," kata Tito.
Dalam UU Pilkada, kata Tito tidak ada satu pasal pun yang melarang Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri, sepanjang dia menjabat sebagai eselon 1 struktural madya untuk gubernur, dan pimpinan pratama untuk bupati.
"UU mengatakan begitu. (kalau tidak boleh) Nyatakan bahwa tidak boleh TNI-Polri aktif," katanya.
Meskipun demikian dalam praktiknya kata Tito, adanya pemahaman semangat reformasi untuk mensipilkan pemerintahan.
Oleh karenanya mereka yang menjadi Penjabat Kepala Daerah harus berada pada posisi sudah purnawirawan atau pensiun.
"Nah tadi yang 4 empat, semuanya sudah purnawirawan, dan tidak dilarang mereka untuk menjadi ASN. Setelah mereka menjabat ASN, eselon 1 struktural misalnya, staf ahli menteri tuh eselon 1 struktural, maka dia memenuhi syarat untuk menjadi Pj Gubernur," katanya.
"Kalau seandainya menjabat eselon 2 struktural di jabatan sipil, gak ada larangan mereka juga untuk menjadi penjabat bupati atau wali kota. Jadi kita mengacu pada aturan itu, ya kita juga paham lah TNI-Polri juga memiliki mekanisme juga untuk membuat kader-kader yang bagus," pungkasnya.
Diketahui, empat dari lima Pj yang dilantik berasal dari institusi TNI/Polri.
Mereka adalah Mayjen TNI Purn Hasanuddin sebagai Pj Gubernur Sumatra Utara, Komjen Pol Purn Nana Sudjana sebagai Pj Gubernur Jawa Tengah, Irjen Pol Purn Sang Made Mahendra Jaya sebagai Pj Gubernur Bali, dan Komjen Pol Purn Andap Budhi sebagai Pj Gubernur Sulawesi Tenggara. (Tribun Network/abd/fik/riz/wly)