News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Gugat UU Pemilu ke MK, Pemohon Minta Ada Syarat Capres-Cawapres Tak Pernah Terlibat Pelanggaran HAM

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gugat UU Pemilu ke MK, Pemohon Minta Ada Syarat Capres-Cawapres Tak Pernah Terlibat Pelanggaran HAM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian material Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Adapun sidang perkara nomor 102/PUU-XXI/2023 itu beragendakan pemeriksaan pendahuluan dengan agenda pembacaan pokok-pokok permohonan.

Dalam sidang tersebut, kuasa hukum pemohon, Anang Suindro menerangkan soal pentingnya UU Pemilu mengatur agar rekam jejak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dipertimbangkan dalam persyaratan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres).

"Negara Indonesia harus dipimpin oleh presiden dan wakil presiden yang tidak memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia, penculikan aktivis, menghilangkan nyawa secara paksa, dan tindakan-tindakan yang kontradiktif terhadap demokrasi dan/atau antidemokrasi serta tindak pidana berat lainnya," kata Anang, dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).

Ia mengatakan, dalam pasal 7A UUD NRI 1945 mengatur tentang pemberhentian presiden dan wakil presiden apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela. 

Tak hanya itu, pasal tersebut juga mengatur mengenai pemberhentian presiden dan wakil presiden bila terbukti tidak lagi memenuhi syarat.

"Seharusnya ada upaya pencegahan dan/atau antisipasi yang diatur dalam persyaratan calon presiden dan wakil presiden dalam UU pemilu," ucap Anang.

Lebih lanjut, Anang menegaskan, dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang peradilan HAM mengatur pelanggaran HAM berat berupa genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Bahwa pasal 169 huruf d UU Pemilu pada klausul tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya menimbulkan kekaburan norma sehingga tidak terpenuhinya asas kepastian hukum pada pasal tersebut," ujar Anang.

Oleh karena itu, Anang menambahkan, UU Pemilu perlu memuat antisipasi dan pencegahan terpilihnya presiden dan wakil presiden yang pernah terlibat kasus pelanggaran HAM berat.

"Harus diatur dan ditetapkan pada syarat calon presiden dan calon wakil presiden pada pasal 169 huruf d yang berbunyi tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, dan tindak pidana berat lainnya haruslah juga dimaknai sebagai tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti terhadap demokrasi serta tindak pidana berat lainnya," kata Anang.

Baca juga: Dukungan Budiman Sudjatmiko ke Prabowo Dinilai Upaya Tepis Isu Pelanggaran HAM

Sebagai informasi, perkara ini dimohonkan oleh Wiwit Arianto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro.

Adapun dalam permohonannya, pemohon meminta agar batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden tetap 40 tahun dan maksimal 70 tahun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini