Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, aksi pengelola panti yang menampilkan bayi di media sosial TikTok dengan dalih meminta belas kasihan orang lain merupakan eksploitasi.
Kejadian tersebut ada di Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya, Medan, Sumatera Utara.
Bayi berumur dua bulan disuapi bubur dan air putih lalu ditayangkan di TikTok.
Tujuannya tentu bermotif ekonomi di mana bisa mendapatkan “uang saweran” dari para netizen di TikTok.
Aksi tersebut jelas melanggar Pasal 76i Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Bunyi Pasal 76i tersebut adalah:
“Setiap orang dilarang merekrut atau menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan ekspolitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.”
Komisioner KPAI Subklaster Anak Korban Cybercrime Kawiyan mengatakan, sudah saatnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperkuat Tim Patroli Siber dalam melakukan pengawasan konten-konten negatif yang melibatkan anak/menjadikan anak sebagai objek atau korban di media sosial.
Sebab, banyak aktivitas eksploitasi anak atau yang melibatkan anak yang kemudian ditayangkan di media sosial seperti konten pornografi, judi online, radikalisme, bullying, child grooming, sextortion, love scam, scammer digital, serta bentuk cybercrime lainnya.
"Tim Patroli Siber Kominfo tidak harus menunggu lama untuk mendeteksi dan kemudian men-takedown konten eksploitasi anak sebagaimana dilakukan oleh pengelola Yayasan Tunas Kasih Olyama Raya tersebut," ujar Kawiyan.
Baca juga: Fakta Anak Yatim Dijadikan Konten TikTok, Panti Asuhan Tak Berizin, Pengelola Raup Rp50 Juta Sebulan
Ada banyak kasus cybercrime lainnya yang melibatkan anak atau menjadikan anak sebagai korban yang segera diungkap.
Lamanya kasus ini terungkap berdampak juga pada bayi yang menjadi korban eksploitasi secara fisik maupun secara psikis.
"Kita bersyukur kasus tersebut viral dan akhirnya ditangani aparat Kepolisian. KPAI berharap agar kepada pelaku dikenakan hukuman sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak," harap dia.
Diharapkan Tim Patroli Siber Kominfo bisa bergerak cepan memblokir akun TikTok pengelola Yayasan sehingga “aksi penyiksaan” terhadap bayi tersebut bisa segera dihentikan.
"Dan selanjutnya segera berkordinasi dengan Kepolisian untuk penegakan hukum. Semoga kasus eksploitasi anak untuk kepentingan ekonimi yang dilakukan melalui media sosial ini ini merupakan kasus terakhir," jelas Kawiyan.
Berdasarkan keterangan Polrestabes Medan, kegiatan eksploitasi terhadap bayi dan menyiarkannya ke media sosial Tiktok tersebut sudah berlangsung sejak Januari 2023.
Artinya hingga saat kasus tersebut terungkap sudah sekitar 8 bulan. Kasus tersebut baru terbongkar setelah viral di media sosial.