TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Situs pemantauan kualitas udara, IQAir, kerap mempublikasikan kota-kota berpolusi di sejumlah negara dunia.
Tak terkecuali kota-kota di Indonesia, terutama Kota Jakarta, yang kerap dipublikasikan sebagai kota dengan polusi paling tinggi di dunia.
Namun diduga IQAir terafiliasi dengan produsen air purifier.
Di situsnya, IQAir mengklaim sebagai perusahaan teknologi Swiss yang memberdayakan individu, organisasi, dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas udara melalui informasi dan kolaborasi.
Kendati demikian, IQAir dikritik berbagai kalangan.
Deputy of Meteorologi BMKG Guswanto meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menghentikan publikasi kualitas udara dari produsen air purifier IQAir karena sudah meresahkan masyarakat.
“Kami berharap agar pemerintah bisa menghentikan publikasi kualitas udara dari IQAir, itu meresahkan masyarakat. Kita sudah punya ISPU yang mampu mengukur kualitas dengan baik,” dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Ombudsman RI dengan tema Indonesia Dalam Kepungan Polusi dan Solusinya, Kamis (21/9/2023).
Dia menjelaskan, IQAir harganya lowcost, kira-kira Rp2 jutaan namun tidak pernah dikalibrasi.
“Bisa dipasang di mana saja, tanpa melihat mitigasi permasalahannya, bisa di tempat orang merokok. Tolong Pak Dirjen Gakkum peredaran Alat IQAir ini tolong diberhentikan.”
Peneliti sekaligus Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Profesor Puji Lestari mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mengkhawatirkan soal kualitas udara di Jakarta.
Puji mengatakan bahwa acuan kualitas udara dari produsen air purifier, IQAir, di sekitar kawasan Jakarta tidak sesuai dengan standar yang ada di Indonesia.
Alat detektor perusahaan tersebut menggunakan standar pengukuran yang dipakai di Amerika Serikat.
“Standar konsentrasi baku mutu Indonesia memakai 55 mikrogram per meter kubik. Kualitas udara masih sedang atau aman dan tidak berbahaya seperti yang banyak beredar,” katanya.
Adapun IQAir, paparnya, memakai standar Amerika dengan standar baku mutu 25 mikrogram per meter kubik.