Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Chairul Huda angkat bicara soal Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman pidana uang pengganti Surya Darmadi, dari Rp 42 triliun menjadi Rp 2 triliun.
Dia menyebutkan putusan MA soal putusan Surya Darmadi sudah tepat.
"Menurut pendapat saya sebagai ahli hukum pidana, putusan Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Surya Darmadi yang menghapuskan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, yaitu pembayaran kerugian perekonomian negara lebih dari 40 triliun, memang telah sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Chairul Huda saat dikonfirmasi, Selasa (3/10/2023).
Chairul berpandangan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor telah berubah menjadi delik materiil.
Karena penggunaan kata 'dapat' bertentangan dengan konstitusi dengan alasan menimbulkan ketidakpastian hukum," ucap Chairul Huda.
Oleh karena itu, dia menilai kerugian perekonomian negara dalam tindak pidana korupsi harus merupakan kerugian yang nyata dan pasti jumlahnya.
"Sehingga menurut Mahkamah Agung tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan hal ini," tegasnya.
Menurut Chairul, kerugian perekonomian negara dalam kasus Surya Darmadi, yang dibuktikan dengan pendapat ahli, bukan merupakan perhitungan yang mengikat bagi hakim.
Menurutnya, tidak dapat dipastikan terkait kerugian perekonomian tersebut sehingga ditolak oleh MA.
"Selain itu, sebenarnya kerugian keuangan negara yg dinyatakan terbukti dalam perkara ini sejumlah Rp 2 triliun lebih sehingga dibebankan kepada terdakwa sebagai pidana tambahan pembayaran uang pengganti juga didasarkan pada pembuktian yang tidak valid. Karena hanya berdasarkan perhitungan BPKP tanpa di-declare oleh BPK," paparnya.
Padahal, menurut dia, MA sendiri yang menentukan dalam peraturannya bahwa kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi harus berdasarkan declare BPK sesuai dengan konstitusi negara.
"Oleh karena itu, seharusnya Surya Darmadi dibebaskan. Apalagi sifat keterlanjuran perbuatannya telah dijadikan pelanggaran administrasi belaka oleh UU/Perppu Cipta Kerja," pungkas Chairul.
Vonis Surya Darmadi
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng, tidak perlu mengembalikan kerugian negara sebesar Rp40 triliun ke kas negara.
Adapun Surya Darmadi tersangkut kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penyerobotan lahan untuk perkebunan sawit.
MA hanya meminta Surya Darmadi membayar kerugian negara sejumlah Rp2 triliun.
Itu jauh berkurang dari putusan sebelumnnya mengembalikan uang negara Rp42 triliun.
Dengan demikian, putusan ini telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
"Tolak perbaikan. Uang pengganti Rp 2,238 triliun, subsider 5 tahun penjara," bunyi keterangan pada situs MA, Selasa (19/9/2023).
Kendati begitu, majelis hakim agung MA memperberat hukuman pidana penjara terhadap Surya Darmadi menjadi 16 tahun penjara dari sebelumnya 15 tahun. Dia juga harus membayar denda Rp1 miliar.
"Pidana penjara 16 tahun, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan," bunyi putusan tersebut.
Putusan ini ditetapkan oleh Hakim Ketua Dwiarso Budi Santiarto, hakim angggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana.
Sebelumnya, Surya Darmadi divonis hukuman penjara 15 tahun oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (23/2/2023).
Majelis hakim menyatakan, Surya Darmadi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait penyerobotan lahan untuk perkebunan sawit.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak korupsi dan menjatuhkan hukuman Penjara 15 tahun, dan denda Rp1 miliar dan subsider selama enam bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis,(23/2/2023).
Atas putusan tersebut, Surya Darmadi sempat menempuh banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. PT DKI Jakarta menguatkan putusan sebelumnya.