TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih memberikan komentar terkait dugaan adanya aliran dana korupsi yang mengalir ke Partai NasDem.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ditemukan aliran dana dari eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), ke Partai Nasdem
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan uang tersebut ditujukan untuk kepentingan Partai Nasdem dengan nilai miliaran rupiah, Jumat (13/10/2023).
Menurut Yenti, mengenai dugaan aliran dana tersebut, perlu dilihat terlebih dahulu motif pemberian uang yang dilakukan oleh eks Mentan itu.
Baca juga: Jaga Profesionalitas, Bareskrim Asistensi Kasus Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK ke eks Mentan SYL
"Nanti kalau itu memang ke partai, dia sebagai kader partai, memang niat memberikan itu ke sana supaya nanti tetap jadi kadernya atau memang ada policy (kebijakan) dari partainya. Itu kan harus dilihat juga," tutur Yenti dikutip dari YouTube Kompas TV.
Yenti kemudian menjelaskan, pendanaan partai itu memiliki aturan dan mekanisme sehingga terkait aliran itu seharusnya bisa diselidiki.
"Harusnya bisa, karena pendanaan partai itu ada aturannya, ini juga apalagi sebentar lagi pilkada, pilpres, pileg. Itu ada sumbangan-sumbangan yang boleh dilakukan, dari pribadi Rp1 miliar, dari korporat Rp7 miliar, itu KPU kan harus mulai siap-siap itu," tuturnya.
Di sisi lain, pihak partai yang menerima aliran dana bisa jadi tak mengetahui uang yang diterima merupakan hasil korupsi.
Pertanyaannya, apakah pihak yang menerima bisa dijatuhi pidana apabila tak mengetahui apabila uang itu ternyata dari hasil korupsi?
Mengenai hal tersebut, Yenti memberikan penjelasan soal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pasif. Artinya ada unsur subjektif yang harus dibuktikan.
Pihak yang menerima harusnya patut menduga, tak harus tahu secara pasti bahwa itu uang hasil korupsi.
Jika uang yang diberikan terlihat mencurigakan, misalnya, nominalnya begitu tinggi seharusnya sudah membuat curiga.
Namun, ketika pihak yang bersangkutan tetap menerima uang tersebut meski uang itu mencurigakan, ia bisa kena pidana apabila terbukti bahwa dana tersebut adalah hasil korupsi.
KPK Akan Terus Menelusuri
Sementara itu, KPK tidak membeberkan nominal pasti soal aliran uang ke Partai NasDem tersebut.
Alex hanya bilang tim penyidik KPK akan terus menelusuri aliran uang itu dalam proses penyidikan.
"Kita ke depannya akan mengecek rekening yang bersangkutan. Ke mana saja aliran dana itu mengalir," katanya.
Temuan KPK tersebut lantas dibantah oleh Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim.
"Tidak benar," kata Hermawi saat dikonfirmasi, Jumat (13/10/2023).
Menurut Hermawi, SYL memang pernah memberikan bantuan sebesar Rp20 juta, tetapi uang itu untuk fraksi NasDem DPR RI.
"Yang benar bantuan SYL sebesar Rp20 juta via fraksi NasDem di DPR," ujarnya.
Resmi Ditahan
Saat ini, SYL bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta resmi ditahan KPK setelah menjalani pemeriksaan, Jumat (13/10/2023).
Mereka ditahan untuk waktu 20 hari pertama terhitung mulai 13 Oktober hingga 1 November 2023.
KPK juga menjerat Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dalam kasus ini.
Kasdi sudah lebih dulu ditahan pada Rabu (11/10/2023).
Mereka disebut telah menikmati uang sekitar Rp13,9 miliar. Uang itu di antaranya digunakan untuk membayar cicilan kartu kredit dan pembelian mobil Alphard oleh SYL.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Teruntuk SYL juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
(Tribunnews.com/Deni/Fersianus Waku)