Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia FOLU Net Sink 2030 mendorong kinerja sektor kehutanan menuju target pembangunan mempunyai vector yang SAMA, yaitu tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030.
Hal itu disampaikan Ketua Harian 1 Tim Kerja Indonesia's FOLU Net Sink 2030, Ruandha Agung Sugardiman, dalam seminar nasional dan Rapat Pimpinan Wilayah (Rapimwil) Persatuan lnsinyur Indonesia (Pll) Wilayah Aceh 2023 di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu (14/10/2023).
“Pijakan dasar utamanya adalah: Sustainable Forest Management, Environmental Governance, dan Carbon Governance,” kata Ruandha, dikutip Minggu (15/10/2023).
Baca juga: KLHK-USAID Tingkatkan Kemitraan Perubahan Iklim Guna Mendukung FOLU Net Sink 2030 Indonesia
Analis Kebijakan Ahli Utama Bidang Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan ini lebih lanjut mengatakan, upaya Indonesia untuk mencapai Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 perlu diikuti dengan alokasi lahan yang selektif dan terkontrol untuk pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang adil dan merata bagi masyarakat Indonesia.
Dijelaskan Ruandha, FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi.
Pada Semnas tersebut Ruandha yang menjabat Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, (2021-Agustus 2023) dalam paparannya menjelaskan Operasionalisasi 11 Aksi Mitigasi Sektor FOLU (Forestry and Other Land Uses).
Yaitu Pengurangan Laju Deforestasi Lahan Mineral Pengurangan Laju Deforestasi Lahan Gambut, Pengurangan Laju Degradasi Hutan Lahan Mineral, Pengurangan Laju Degradasi Hutan Lahan Gambut, Pembangunan Hutan Tanaman, Sustainable Forest Management, Rehabilitasi Dengan Rotasi, Rehabilitasi Non Rotasi, Restorasi Gambut, Perbaikan Tata Air Gambut, dan Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Mengenai capaian FOLU Net Sink 2030 Ruandha mengungkapkan ada enam hal yaitu pertama Pengurangan emisi dari Deforestasi dan Lahan Gambut (dekomposisi gambut dan kebakaran gambut), kedua Peningkatan kapasitas hutan alam dalam penyerapan karbon (melalui pengurangan Degradasi dan meningkatkan Regenerasi).
Ketiga Restorasi dan Perbaikan Tata Air Gambut. Kemudian keempat, Restorasi dan Rehabilitasi Hutan (pengayaan tanaman/peningkatan serapan karbon), kelima Pengelolaan Hutan Lestari dan keenam Optimasi Lahan Tidak Produktif untuk pembangunan Hutan Tanaman dan Tanaman Perkebunan.
“Selain itu ada tiga hal yang juga perlu mendapat perhatian yakni berbagai instrumen kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, dan evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik,” kata Ruandha.
Strategi Implementasi NDC
Dalam Seminar Nasional dan RAPIMWIL Persatuan lnsinyur Indonesia (Pll) Wilayah Provinsi Aceh yang dibuka Penjabat Gubernur Aceh, yang diwakili Sekda Prov Aceh, Bustami Hamzah, Menteri LHK, Siti Nurbaya menyampaikan Keynote Speech secara tertulis yang dibacakan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Hanif Faisol Nurofiq.
Menteri Siti Nurbaya dalam sambutannya mengatakan, KLHK sebagai National Focal Point pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah melakukan submisi Nationally Determined Contribution (NDC) kepada Sekretariat UNFCCC.
Kemudian dilanjutkan dengan mengkonsolidasikan penyusunan strategy Implementasi NDC, yang menyatakan bahwa pengurangan emisi GRK pada sektor kehutanan untuk menjadi penyimpan/ penguatan karbon pada tahun 2030 dengan pendekatan karbon Net Sink sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 atau disebut juga dengan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.