"Tetapi yang lebih mendalam adalah bahwa Undang-Undang Hak Asasi Manusia Indonesia memungkinkan dan mengharuskan bahwa dugaan atau keterlibatan dari pihak Indonesia dalam pelanggaran-pelanggaran di Myanmar yang sudah berkualifikasi pelanggaran HAM berat perlu diselidiki duduk perkaranya," sambung dia.
Marzuki menduga pelanggaran HAM berat yang dilakukan Junta Militer Myanmar telah berlangsung sejak tahun 2017.
Selain itu, ia meyakini perdagangan senjata antara BUMN pertahanan Indonesia dengan Junta Militer Myanmar masih berlangsung setelah PBB menerbitkan resolusi tentang pelarangan perdagangan senjata dengan Junta Militer Myanmar.
"Pelanggaran HAM berat (junta militer Myanmar) itu sudah berlaku, sudah mulai sejak 2017. Jadi perdagangan senjata itu setelah keluarnya resolusi PBB dan setelah kudeta masih berlangsung. Karena itu pameran yang dilakukan oleh Pindad itu bulan Juli 2023. Dengan demikian ini sudah lama berlangsung dan tidak diketahui," kata dia.
"Dan dengan demikian Pindad baik langsung maupun tidak langsung, terlibat di dalam penindasan rakyat Myanmar," sambung dia.
Marzuki mengatakan holding BUMN pertahanan DEFEND ID berhak membantah dugaan tersebut.
Namun demikian menurutnya, DEFEND ID perlu mengklarifikasi perihal hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar.
"Ini semua didasarkan kepada adanya informasi yang terbuka yang dikeluarkan oleh PT yang bersangkutan bahwa mereka ada hubungan-hubungan dagang persenjataan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Myanmar. Itu yang memerlukan klarifikasi," kata dia.
Untuk itu, ia juga mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
"Selama tidak ada bantahan yang bersifat tertulis, tidak ada sesuatu yang sifatnya menyatakan bahwa itu tidak terjadi dan dibuktikan bahwa itu tidak terjadi, sulit bagi kita untuk mempercayai kalau tidak ada kesimpulan dari Komnas HAM," kata dia.
Marzuki mengaku patriotismenya kerap dipertanyakan karena mengadukan tiga BUMN tersebut.
Namun demikian, ia menegaskan kedatangannya ke Komnas HAM adalah untuk menyelamatkan harga diri politik luar negeri Indonesia.
"Jadi upaya kita di sini, kalau ditanya apakah ini patriotik atau tidak seorang Indonesia mengadukan kororasi pertahanannya sendiri? Kami datang ke sini untuk menyelamatkan harga diri politik luar negeri Indonesia," kata dia.
"Jadi nggak usah dipertanyakan patriotisme atau tidak, itu sering kali diajukan. Pada akhirnya kita tahu bahwa ini tidak akan ada penyelesaian kecuali bahwa ada kesimpulan sementara," sambung dia.