Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (26/10/2023) siang.
Nicke diperiksa kapasitasnya sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.
Pantauan Tribunnews.com, Nicke Widyawati keluar dari Gedung Merah Putih KPK pukul 15.20 WIB.
Baca juga: KPK Periksa Nicke Widyawati Sebagai Saksi Kasus Korupsi Pengadaan LNG yang Menjerat Karen Agustiawan
Usai diperiksa selama kurang lebih 5 jam, Dirut Pertamina sejak 2018 itu memilih bungkam.
Nicke sama sekali tidak berbicara terkait kasus yang membuat dirinya diperiksa. Di bibirnya hanya terlihat senyuman.
Belum diketahui apa yang dikonfirmasi tim penyidik KPK kepada Nicke Widyawati terkait perkara ini. Lembaga antirasuah belum memberikan keterangan.
KPK menetapkan Dirut Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.
Kasus bermula sekira tahun 2012, di mana PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pengadaan LNG dimaksud diperuntukkan bagi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.
Baca juga: Ini Respon Nicke Widyawati Soal Ahok Dikabarkan Bakal Duduki Posisi Direktur Utama Pertamina
Dikatakan Firli, Karen yang diangkat sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, lanjut Firli, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina.
Selain itu, kata Firli, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali. Sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
"Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia," jelas Firli.
Atas kondisi oversupply tersebut, ujar Firli, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina.
Baca juga: Profil Nicke Widyawati, Dirut Pertamina Dua Periode yang Jadi Sorotan setelah Depo Plumpang Terbakar
"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," beber Firli.
Atas perbuatannya, Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Karena lalu menggugat praperadilan KPK atas status tersangkanya.