Keempat, Fraksi PKS menilai bahwa perubahan jadwal Pilkada dapat berdampak terhadap ketidaksiapan penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melaksanakan Pilkada sebab rentang waktu Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan Pemilihan Kepala Daerah yang terlalu dekat, terutama apabila Pilpres mengalami dua kali perputaran pemilihan.
Hal ini akan berdampak terhadap kualitas dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu karena rangkaian persiapannya dilakukan dalam jangka waktu yang hampir bersamaan;
Kelima, Fraksi PKS berpandangan bahwa percepatan jadwal pelaksanaan Pilkada akan berdampak pada dibutuhkannya biaya penyelenggaraan Pilkada yang lebih besar sehingga tidak efisien.
Hal tersebut disebabkan waktu persiapan Pilkada menjadi lebih singkat sehingga biaya untuk persiapan seperti pengadaan logistik Pilkada, biaya pelatihan petugas, biaya operasional dan biaya lainnya yang berkaitan dengan Pilkada harus dipersiapkan secara cepat untuk mengejar dipercepatnya waktu pelaksanaan Pilkada;
Keenam, Fraksi PKS menilai bahwa percepatan Pilkada 2024 menjadi pada bulan September mengurangi waktu persiapan bagi peserta Pilkada sehingga bisa berpotensi merugikan partai politik yang akan menyiapkan seleksi internal bagi Calon Kepala Daerah yang akan diusungnya.
Hal ini disebabkan partai politik tidak memiliki waktu yang cukup memadai dalam membangun soliditas politik internal untuk persiapan pencalonan Kepala Daerah apalagi setelah mengikuti rangkaian kontestasi Pemilu Anggota Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024;
Ketujuh, Fraksi PKS berpandangan bahwa dengan percepatan jadwal Pilkada tersebut berdampak pada waktu kampanye menjadi sangat singkat yaitu maksimal 35 hari, sehingga proses kampanye ide dan gagasan kepada masyarakat menjadi lebih terbatas dan tidak optimal.
Hal ini tentu kurang baik dalam penyelenggaraan Pilkada langsung karena masyarakat tidak diberi kesempatan yang optimal untuk mengenal kandidat Kepala Daerah. Selain itu, waktu kampanye yang relatif pendek bisa berpotensi membuat Calon Kepala Daerah melakukan cara-cara instan untuk populer dan dipilih masyarakat, misalnya dengan melakukan politik uang;
Kedelapan, Fraksi PKS bersikap bahwa percepatan pelaksanaan Pilkada yang sebelumnya diatur pada bulan November 2024 menjadi pada bulan September Tahun 2024 akan menimbulkan prasangka dan kegaduhan masyarakat sehingga bisa mendorong ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu karena sangat kentara dengan kepentingan politik, bukan kepentingan publik.
Percepatan pelaksanaan Pilkada menjadi pada September 2024 atau satu bulan menjelang berakhirnya masa periode Presiden pada Oktober 2024, bisa menimbulkan spekulasi publik bahwa pemerintah yang sedang berkuasa ingin menggunakan sumber daya pemerintahan yang ada untuk mendukung pasangan Calon Kepala Daerah tertentu sehingga pengaturan ini dinilai hanya untuk menguntungkan kepentingan elitis saja.
Hal ini mengingat bahwa pemerintah yang sedang berkuasa mempunyai akses terhadap kebijakan publik dan program sosial yang dapat diberdayagunakan untuk meningkatkan peluang kemenangan Calon Kepala Daerah yang didukungnya.