Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Muna Laode Muhammad Rusman Emba dan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kabupaten Muna Laode Gomberto sebagai tersangka.
Keduanya dijerat dalam kasus dugaan suap terkait pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah untuk Kabupaten Muna tahun 2021-2022 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Rusman Emba dan Gomberto disebut memberikan uang sebesar Rp2,4 miliar kepada Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021, Mochamad Ardian Noervianto.
Baca juga: KPK Geledah Kantor BNPB, Kemenkes, Hingga LKPP Terkait Kasus Korupsi APD Covid-19
Selain Rusman Emba dan Gomberto, KPK turut menjerat Ardian dan eks Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar sebagai tersangka. Teruntuk Ardian dan Syukur saat ini sedang menjalani hukuman dari kasus korupsi sebelumnya.
"Sebagai tindak lanjut adanya fakta-fakta hukum baru kaitan dengan perbuatan menerima sejumlah uang oleh tersangka MAN (Ardian) dkk, KPK kemudian mengembangkan penanganan perkaranya ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," kata Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/11/2023).
Konstruksi Perkara
Dijelaskan Asep, perkara bermula dari kondisi Indonesia yang menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan dibutuhkannya kebijakan kestabilan keuangan negara maka pemerintah pusat memberikan program modalitas untuk pemerintah daerah yang mengajukan pinjaman berupa pinjaman PEN daerah.
Salah satu kabupaten yang mengajukan pinjaman adalah Pemerintah Kabupaten Muna dengan Rusman Emba selaku bupatinya.
"Sekitar Januari 2021, LMRE (Rusman Emba) mengajukan permohonan pinjaman PEN daerah kepada Menteri Keuangan yang ditembuskan pada Menteri Dalam Negeri dan Direktur Utama PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) dengan nilai besaran pinjaman Rp401,5 miliar," ungkap Asep.
Agar permohonan tersebut dapat segera ditindaklanjuti, lanjut Asep, Rusman Emba kemudian memerintahkan Syukur Akbar untuk menghubungi Ardian selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021 agar prosesnya dapat dikawal.
Rusman Emba menyakini kedekatan antara Syukur Akbar dengan Ardian karena pernah menjadi teman seangkatan dalam salah satu pendidikan kedinasan.
Baca juga: Kejagung Periksa Sekda Karawang Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dana TWP AD
"Dari pembicaraan antara LMSA (Syukur Akbar) dan MAN, disepakati adanya pemberian sejumlah uang pada MAN agar proses pengawalannya lancar," jelas Asep.
"Ada perintah lanjutan LMRE pada LMSA agar mencari donatur dari pihak pengusaha untuk menyiapkan sejumlah uang yang diminta MAN," imbuhnya.
Sebagai salah satu pengusaha lokal di Kabupaten Muna, kata Asep, Gomberto kemudian dihubungi Syukur Akbar untuk membahas penggunaan dana PEN apabila telah cair.
Untuk menyakinkan Gomberto agar bersedia menyiapkan sejumlah uang dalam rangka pengurusan dana PEN, Syukur Akbar mengistilahkan kedekatannya dengan Ardian "jangan ragu dia ini satu bantal dengan saya".
"Selanjutnya terkumpul uang sejumlah sekitar Rp2,4 miliar yang bersumber dari kantong pribadi LG (Gomberto) yang disiap diberikan pada MAN dan uang yang terkumpul tersebut diketahui LMRE dan LMSA," terang Asep.
Baca juga: Firli Bahuri Tersangka Bakal Berdampak ke Pilpres, Capres Harus Ada Road Map Pemberantasan Korupsi
Dikatakan Asep, penyerahan uang Rp2,4 miliar pada Ardian dilakukan secara bertahap oleh Syukur Akbar di Jakarta dengan nilai mata uang yang disyaratkan Ardian dalam bentuk dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.
Atas penyerahan uang tersebut, Ardian kemudian membubuhkan parafnya pada draf final surat Menteri Dalam Negeri yang berlanjut pada bubuhan persetujuan tanda tangan dari Menteri Dalam Negeri dengan besaran nilai pinjaman maksimal Rp401,5 miliar.
"Mempersiapkan cairnya pinjaman dana PEN, LMRE lalu mengumpulkan dan mengarahkan para Kepala Dinas yang menmiliki paket pekerjaan untuk memberikan paket pekerjaannya pada LG," kata Asep.
Atas perbuatannya, Rusman Emba dan Gomberto sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca juga: Ganjar Bicara Ketua KPK dan Wamenkumham Jadi Tersangka Kasus Korupsi: Aturan Sudah Jelas, Mundur
Sementara Ardian dan Syukur Akbar selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Rusman Emba untuk 20 hari
pertama mulai 27 November 2023-16 Desember 2023 di Rutan KPK.
Sedangkan untuk Gomberto, telah lebih dulu dilakukan penahanan mulai 22 November 2023-11 Desember 2023 di Rutan KPK.