TRIBUNNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina yang memberikan legitimasi hukum bagi umat Islam di Indonesia untuk menghindari produk terafiliasi dengan Israel.
Fatwa MUI ini menekankan pada dua hal penting. Pertama, hukum mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel, baik langsung maupun tidak langsung, adalah haram.
Kedua, umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.
Menanggapi Fatwa MUI tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily mengungkapkan bahwa hal ini merupakan bentuk protes yang dapat dipahami, mengingat kekejaman yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
“Aksi simpati terhadap masyarakat Gaza dan Palestina yang menjadi korban kekerasan Israel, serta menghindari transaksi dan produk yang memiliki afiliasi terhadap Israel, tentu dapat kita pahami. Langkah ini bentuk protes terhadap Israel yang selama ini sumber pendapatan negaranya berasal dari produk-produk yang dijual ke seluruh dunia, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Diplomasi dan Donasi jadi Cara Indonesia Menunjukkan Solidaritas untuk Palestina
Dorong kebangkitan produk nasional
Dalam sebulan terakhir, tanpa peduli protes dunia internasional, Israel terus melakukan aksi kejam terhadap warga sipil Palestina di Jalur Gaza. Suguhan pemandangan kejam ini tentu tak luput dari pandangan konsumen Indonesia yang mayoritas Muslim.
Menurut Sekjen Gerakan Kebangkitan Produk Nasional (Gerbang Pronas), Ahmad Syakirin, gelombang boikot terhadap produk pendukung Israel yang makin meluas menyusul Fatwa MUI tersebut menjadi peluang besar untuk mendongkrak produk dalam negeri.
"Motif kita bukan hanya sekadar solidaritas untuk Palestina. Motivasi kita untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri yang terafiliasi dengan Israel. Ini harus jadi momentum besar untuk mendorong kebangkitan produk nasional," ujar Ahmad Syakirin dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Ahmad Syakirin optimistis bahwa banyak produk nasional yang berkualitas lebih baik dan mampu menggantikan berbagai produk yang terafiliasi dengan Israel. Karena itu, kata dia, semangat dan inisiatif yang ada saat ini harus diarahkan untuk mendorong hadirnya produk-produk nasional yang bisa mendunia.
"Supaya konstruktif dan produktif, inisiatif dan semangat ini harus digunakan untuk mendukung produk nasional. Ini juga menjadi langkah awal bagi umat Islam untuk mendorong kedaulatan produk nasional atas produk asing,” tambahnya.
Meluasnya gelombang boikot produk pro-Israel pun membuat sejumlah produsen yang perusahaan induknya teridentifikasi menjadi pendukung aktif militer atau ekonomi Israel terdampak.
Perusahaan-perusahaan tersebut tentu tidak ingin jika bisnisnya di Indonesia ambruk karena aksi kekejaman militer Israel terhadap kaum sipil perempuan dan anak-anak di Gaza. Untuk itu, sejumlah perusahaan telah melakukan klarifikasi dan menyangkal bahwa produk mereka terkait dengan aksi genosida di Israel.
Selain klarifikasi, perusahaan yang terdampak juga bergerak cepat dalam mengambil sejumlah langkah. Seperti salah satu perusahaan AMDK multinasional asal Prancis yang menyerahkan bantuan kemanusiaan ke Palestina senilai Rp1 miliar melalui Lembaga Amil Zakat infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LazisNU) setelah sebelumnya menyerahkan bantuan senilai Rp1 miliar melalui LazisMU Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Meski begitu, sulit bagi perusahaan tersebut untuk menyanggah afiliasinya dengan Israel. Pasalnya, perusahaan AMDK multinasional asal Prancis ini memiliki hubungan erat dengan perusahaan manufaktur makanan dan minuman asal Israel lewat kepemilikan saham yang telah berjalan sejak tahun 1969.
Terlebih, perusahaan makanan dan minuman asal Israel tersebut menyatakan dukungan secara terbuka terhadap Brigade Golani, tentara Israel yang dikenal akan kekejamannya terhadap Bangsa Palestina.
Baca juga: Pemerintah Persilakan Masyarakat Boikot Produk Terafiliasi Israel, Mendag Zulkifli: Itu Hak Mereka