Yogyakarta menjadi Ibu Kota Indonesia selama dua periode, yakni pada 1946-1948 dan 1949-1950.
Selama periode tersebut Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan, pusat diplomasi dan militer.
Di masa itu pula, para pejuang melawan Belanda di Yogyakarta.
Baca juga: Kritik Putusan MK dan Tolak Politik Dinasti, Mahasiswa UKI dan MPU Tantular Gelar Aksi
Saat itu RI dalam ancaman Belanda melalui serangkaian agresi militer. Berkat dukungan Yogyakarta, RI berhasil mempertahankan kemerdekaan.
“Yogyakarta eksis sebelum RI terbentuk. Sultan telah berkorban sepenuhnya untuk RI, termasuk dalam masa-masa kritis revolusi. Jadi, tidak perlu mengusik Jogja itu dinasti macam-macam,” tambah Ketua DPW Nasdem DIY itu.
Subardi mengingat kembali catatan resmi Keraton bahwa dua hari setelah proklamasi, Sri Sultan HB IX mengirim telegram ucapan selamat kepada para proklamator.
Dua minggu setelahnya, pada tanggal 5 September 1945, HB IX bersama Paku Alam VIII, mengeluarkan maklumat bahwa Yogyakarta bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Dengan berbagai fakta sejarah dan pengakuan konstitusi akan gelar “Daerah Istimewa Yogyakarta,” Subardi mendesak Ade Armando meminta maaf atas pernyataan kontroversial itu.
“Sebaiknya meminta maaf dan meralat itu,” tegas Subardi.
Dalam video yang banyak beredar, Ade Armando dalam pernyataannya mengkritik mahasiswa, khususnya BEM Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM), yang menggelar aksi protes terkait politik dinasti.
Dia kemudian mempertanyakan keseriusan mahasiswa di Yogyakarta yang menentang politik dinasti dengan mengatakan DIY sebetulnya mempraktikkan politik dinasti.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Ade Armando Sebut DIY Terapkan Dinasti Politik, Politisi PKS dan NasDem Tuntut Permintaan Maaf