Partisipasi masyarakat baik secara individu, kelompok, dan organisasi dalam melakukan upaya pemajuan dan penegakan HAM, kata dia, terus meningkat di berbagai ranah, baik hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pembangunan serta lingkungan hidup.
Partisipasi tersebut, lanjut dia, diwujudkan dalam bentuk kegiatan pembelaan HAM.
Individu, kelompok, atau organisasi lintas gender dan keragaman seksual yang secara konsisten dan berkelanjutan melakukan kerja-kerja pemajuan dan penegakan HAM disebut sebagai Pembela HAM.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), khususnya Pasal 28C Ayat (2), kata dia, menegaskan bahwa, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”
Di tingkat internasional, kata Hari, jaminan hak Pembela HAM telah dinyatakan dalam Deklarasi tentang Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok, dan Organ Masyarakat untuk Memajukan dan Melindungi Hak Asasi Manusia Universal dan Kebebasan Dasar, yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi PBB tentang Pembela HAM.
Namun, lanjut Hari, Pembela Hak Asasi Manusia (PHAM), termasuk Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Indonesia justru sering berada dalam kondisi memprihatinkan.
Dari tahun ke tahun, kata dia, Pembela HAM menghadapi dinamika dan tantangan yang semakin beragam.
Mereka, kata dia, kerap menghadapi risiko dan tantangan yang serius bahkan mengarah pada tubuh, identitas gender atau seksualnya.
"Seperti mengalami dan menghadapi ancaman, intimidasi, kekerasan, kriminalisasi, dan hambatan hukum dari berbagai pihak, termasuk pihak berwenang, kelompok ekstrem, atau pihak yang berkepentingan," kata dia.
"Hal ini juga terjadi terhadap Pembela HAM yang bergerak di sektor lingkungan, sumber daya alam, isu kelompok rentan, termasuk anak, perempuan, pekerja migran, kelompok minoritas agama, keragaman seksual, masyarakat adat, serta disabilitas," sambung Hari.
Baca juga: Presiden Telah Teken Keppres Pemberhentian Wamenkumham Eddy Hiariej
Komnas HAM dalam rentang waktu 2020 hingga Agustus 2023, kata dia, menerima dan memproses aduan terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap para HRD sebanyak 39 aduan.
Klasifikasi pelanggaran hak yang diadukan, lanjut dia, adalah Hak untuk Hidup, Hak Memperoleh Keadilan, Hak atas Kebebasan Pribadi, Hak atas Rasa Aman, serta Hak atas Kesejahteraan.
Komnas Perempuan, kata Hari, juga mencatat bahwa dalam rentang 2013 sampai 2023 terdapat 101 kasus kekerasan terhadap Perempuan Pembela HAM yang diadukan secara langsung.
Kekerasan tersebut, lanjut dia, menyasar pada tubuh, seksualitas, atau identitas yang melekat pada dirinya sebagai perempuan, terjadi secara langsung atau bahkan menggunakan media sosial atau media internet lainnya.
Meski menghadapi ancaman, intimidasi dan kekerasan, kata dia, tak jarang pembela HAM justru dituding sebagai pelaku tindak pidana dan dikriminalisasi.