Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan bahwa konflik agraria menjadi kasus hukum terbanyak yang diadukan dalam kurun waktu satu tahun belakangan di wilayah Jabodetabek.
Total yang diadvokasi terkait konflik agraria di Jabodetabek mencapai 115 kasus sepanjang 2023.
Dalam klasifikasinya, konflik agraria masuk ke dalam kategori isu permukiman masyarakat urban mencapai 236 kasus.
Selain konflik agraria, isu permukiman masyarakat urban juga terdiri dari pinjaman online sebanyak 51 kasus dan penggusuran paksa sebanyak 7 kasus.
"Untuk isu PMU (permukiman masyarakat urban) kita bisa melihat bahwa konflik agraria menjadi isu yang paling bermasalah di hari ini, ada sekitar 115," ujar Direktur LBH Jakarta, Citra Referandum dalam Peluncuran Catatan Akhir Tahun 2023 pada Jumat (15/12/2023).
Setelah PMU, kasus tertinggi yang diadvokasi berkaitan dengan isu hukum pada umumnya, mencapai 202 kasus.
Kemudian isu perburuhan menjadi terbanyak ketiga yang paling sering diadvokasi, yakni hingga 120 kasus.
Baca juga: Konflik Agraria dan Penembakan, Komnas HAM Temui Keluarga Korban di Bangkal Seruyan
Isu perburuhan didominasi oleh 63 kasus terkait pelanggaran hak-hak normatif.
"Pelanggaran hak-hak normatif ada 63 kasus, seperti upah yang tidak dibayarkan atau upah yang dibayarkan tidak sesuai UMP atau juga ada persoalan jam kerja, juga persoalan pesangon," kata Citra.
Sedangkan sisanya, 57 kasus merupakan pidana perburuhan.
Menurut Citra, terkait kasus perburuhan ini negara semestinya hadir dan tak melepaskan tanggung jawab begitu saja.
Alasannya, relasi antara pemberi kerja dengan pekerja termasuk ke dalam dimensi publik yang diatur di dalam undang-undang.
Baca juga: Pelanggaran HAM Konflik Agraria Naik Setiap Tahun, Komnas HAM: Belum Ada Penanganan Konferehensif
"Ada dimensi publik di dalamnya, sehingga di dalam undang-undang ada dimandatkan norma-norma hukum pidana yang kemudian difungsikan supaya bisa melindungi para pekerja," katanya.
Selanjutnya, terkait dengan fair trial atau peradilan yang jujur, ada 88 kasus yang diadvokasi LBH Jakarta sepanjang 2023.
Dari 88 kasus tersebut, pelanggaran atas peradilan yang adil dan jujur mencapai 52 kasus.
"Sementara untuk kasus penundaan berlarut di dalam Kepolisian itu ada sekitar 10 kasus," ujarnya.
Kemudian klasifikasi selanjutnya ialah isu kelompok minoritas dan rentan.
Sepanjang 2023, ada 80 kasus yang ditangani terkait isu tersebut.
Di antara sub-isu kelompok minoritas dan rentan, kasus kekerasan terhadap perempuan menjadi yang terbanyak.
"Ini konteksnya keberagaman identitas gender dan orientasi seksual, keragaman agama dan kepercayaan, rekan-rekan disabilitas, dan sebagainya. Yang paling tinggi adalah kasus kekerasan terhadap perempuan, ada sekitar 61 kasus."
Dari seluruh klasifikasi isu, total ada 726 kasus yang diadvokasi LBH Jakarta sepanjang 2023.
Kasus tersebut diadukan oleh 8.467 entitas yang terdiri dari individu dan kelompok.
"Jika kita lihat 8.467 tersebut, sekitar 7.886 dia berasal dari kelompok," katanya.