Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Barubara (Dirjen Minerba) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum terhadap dirinya.
Eksepsi itu diajukan Ridwan melalui tim penasihat hukumnya dalam kasus dugaan korupsi tambang di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara yang disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam eksepsinya, Ridwan Djamaluddin meminta untuk dibebaskan dari segala dakwaan tim jaksa penuntut umum.
"Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa I Ridwan Djamaluddin menyampaikan permohonan atau petitum kepada Majelis Hakim Yang Mulia dalam perkara a quo, untuk menerima dan mengabulkan Nota Keberatan atau Eksepsi kami untuk seluruhnya, yang paling penting melepaskan Klien kami dari tahanan," kata penasihat hukum Ridwan, Syamsul Bahri Radjam dalam petitum eksepsinya, Jumat (15/12/2023).
Selain melepaskan, tim penasihat hukum juga meminta agar Majelis Hakim menyatakan bahwa perkara ini tak semestinya disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kemudian permohonan juga dilayangkan terkait pemulihan nama baik Ridwan Djamaluddin.
"Menyatakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang secara absolut mengadili perkara Nomor 118/Pid.Sus-TPK/2023/PN.JKT.PST atas nama Terdakwa I Ridwan Djamaluddin, serta memulihkan harkat dan martabat serta nama baiknya dalam kedudukannya di masyarakat," katanya.
Baca juga: Uang Korupsi Tunjangan Kinerja Rp 27,6 Miliar Disebut Sampai ke Ruang Kerja Dirjen Minerba ESDM
Setidaknya ada dua hal yang menjadi sorotan dalam eksepsi tim penasihat hukum Ridwan, yakni terkait tugasnya sebagai Dirjen Minerba ESDM pada 2021 dan penghitungan kerugian negara.
Terkait tugas Ridwan sebagai Dirjen Minerba ESDM, tim penasihat hukum mengungkapkan bahwa kliennya pada 2021 harus menghadapi lonjakan permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Lonjakan permohonan RKAB dari pemerintah daerah kepada Ditjen Minerba ESDM diklaim mencapai 4 ribu permohonan.
Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Korupsi Nikel Antam, Eks Dirjen Minerba ESDM Diduga Permudah Izin Tambang
"Lonjakan kenaikan permohonan persetujuan RKAB yang sangat signifikan hingga mencapai 4.000 permohonan pada masa itu membuat Dirjen Minerba harus melakukan upaya percepatan untuk
menyelesaikannya karena Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 tahun 2020 secara imperatif memerintahkan penyelesaian permohonan RKAB dalam waktu hanya 14 hari," ujar Syamsul
Sedangkan terkait kerugian negara, disebutkan bahwa hasil penghitungan kerugian negara baru diumumkan setelah penetapan Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka.
Kemudian penghitungannya dianggap tak seharusnya dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 BPKP tidak berwenang menyatakan adanya kerugian keuangan negara, oleh karenanya menyebabkan perkara ini menjadi cacat hukum," katanya.
Dalam perkara ini, sebelumnya Ridwan Djamaluddin telah didakwa jaksa penuntut umum merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Kerugian negara itu disebut jaksa terjadi akibat perbuatan Ridwan bersama mantan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba pada Dirjen Minerba, Sugeng Mujiyanto.
"Berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor PE.03.03/SR/S-2037/PW20/5/2023 tanggal 26 Oktober 2023 telah mengakibatkan kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 2.343.903.278.312,91," ujar jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Kerugian negara itu disebut jaksa karena perbuatan Ridwan dan Sugeng yang menerbitkan RKAB PT Kabaena Kromit Prathama (KKP) dan PT Tristaco Mineral Makmur (TMM).
Akibatnya, PT KKP memperoleh kuota produksi hingga jutaan metrik ton ore nikel dari Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara.
"Telah mengakibatkan PT KKP mendapatkan persetujuan RKAB tahun 2022 dengan kuota produksi dan penjualan sebesar 1.500.000 MT dan PT TMM dengan kuota produksi dan penjualan sebesar 1.000.000 MT," kata jaksa.
Atas perbuatan tersebut, mereka didakwa Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPidana.