Putu mewakili Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menghadapi Firli Bahuri di praperadilan.
Putu menilai bukti tersebut tidak ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi yang membuat Firli menjadi tersangka.
"Ada beberapa dokumen dijadikan barang bukti dan kami sudah punya 159 barang bukti yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan praperadilan. Tapi pemohon (Firli Bahuri) menyampaikan barang bukti yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang praperadilan. Bukti P26 sampai P37," ucap Putu.
"Saya baca contoh, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang OTT DJKA. Ini barang bukti yang menurut kami tak linier dengan apa yang sedang kita bahas karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah," tambahnya.
Putu kemudian bertanya kepada ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi yang dihadirkan pihaknya.
Dia bertanya apakah dokumen yang diserahkan Firli itu termasuk dokumen yang perlu dirahasiakan atau tidak.
"Apakah dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak karena dalam kepolisian dirahasiakan, belum lagi sampai P37, hampir semua tentang DJKA dijadikan barbuk di sini. Kami bertanya apa korelasinya dengan kasus yang sedang kita bahas ini?" tanya Putu.
Fachrizal Afandi kemudian menjawab apabila dokumen penanganan kasus DJKA itu diperoleh dengan cara legal, hal itu tidak jadi masalah.
Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 94 95 96 97 Kurikulum Merdeka, Uji Kompetensi Bab 3 - Halaman all
KUNCI JAWABAN Post Test Modul 2 Proses Regulasi Diri saat Kegiatan Belajar Berlangsung Disebut . . .
Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Junaedi Saibih yang juga dihadirkan sebagai ahli mengatakan tindakan pengacara Firli yang membawa bukti berupa dokumen kasus DJKA tidak tepat.
Hal itu karena tidak sesuai dengan materi yang dijadikan praperadilan.
"Harusnya yang menjadi praperadilan ini adalah terkait tentang proses penetapan tersangka tersebut secara formil, misal gimana pemanggilan dilakukan," kata Junaedi.
"Adapun berkaitan dokumen rahasia seharusnya tidak boleh dibuka karena itu ada potensi nantinya akan terjadi hal membahayakan dalam proses penyidikan. Misalnya informasi orang itu berkaitan pemeriksaan dan sebagainya, lalu dikhawatirkan akan jadi penghambat proses penyidikan. Misal orangnya melarikan diri," tuturnya.