Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa hilirisasi memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap produk yang dihasilkannya.
Bahlil menyebutkan bahwa nilai ekspor komoditas nikel hanya mencapai USD3,3 miliar pada 2018. Setelah larangan ekspor dan hilirisasi diberlakukan, nilai ekspor nikel terus bertambah hingga mencapai USD33 miliar pada 2022.
Maka dari itu, Bahlil menerangkan, hilirisasi tidak hanya akan fokus pada komoditas nikel saja. Berdasarkan roadmap hilirisasi 2040, pemerintah menargetkan nilai investasi dari hilirisasi mencapai USD545,3 miliar pada 2040 yang berasal dari 8 bagian dan 21 komoditas.
Salah satu peluang hilirisasi di masa depan bisa dilihat dari PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan “harta karun” yang masih tersimpan di Grasberg Papua. Untuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diperpanjang dari 2018 hingga 2024, PTFI optimistis bisa menyetorkan hingga Rp1.200 triliun ke negara. Setelah 2024, PTFI pun masih yakin mampu menyetorkan sekitar USD4 miliar atau Rp62 triliun setiap tahunnya.
PTFI, diketahui yang merupakan perusahaan tembaga terbesar di Indonesia, bisa memanfaatkan hilirisasi tembaga seiring dengan tingginya permintaan kendaraan listrik. Pasalnya, kebutuhan tembaga diprediksi akan meningkat hingga empat kali lipat lebih besar jika dibandingkan kendaraan konvensional.
“Untuk baterai kendaraan listrik, komposisi tembaga cukup signifikan sekitar 10,8 persen, ini juga sangat krusial. Kita harus punya cadangan tembaga yang cukup kalau memang kendaraan listrik ini ke depan akan jadi salah satu backbone dari transisi kita ke depannya,” ujar Vice President Government Relation and Smelter Technical Support PT Freeport Indonesia, Harry Pancasakti, pada Desember 2023. (***Deska***)