Atas hal tersebut, Bontor menyesalkan peristiwa yang terjadi.
Dirinya pun menyampaikan empatinya kepada orangtua dan anak-anak, baik korban maupun terlapor.
"Semua anak-anak ini menjadi korban, termasuk terlapor yang kehilangan masa depannya, karena dikeluarkan dari sekolah jelang ujian akhir," ungkap Bontor.
"Harusnya masalah ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan adanya pertemuan para pihak yaitu sekolah, kepolisian, korban, pelaku dan para orangtua. Kalaupun ada hukuman agar lebih kepada fungsi pembinaan, karena selama ini juga anak-anak sudah dihakimi sepihak di medsos," jelasnya.
Bagaimana kelanjutan kasus ini?
Kepolisian Tangerang Selatan telah menaikkan status kasus dugaan perundungan siswa Binus School Serpong dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Sebanyak delapan saksi telah diperiksa pada Kamis (22/02).
"Untuk hari ini tim penyidik dari unit PPA Polres Tangsel, telah memeriksa kurang lebih delapan orang saksi didampingi oleh orang tua, PH, ada perwakilan dari bapas dan perwakilan dari pekerja sosial Dinsos," kata Kasi Humas Polres Tangsel AKP Wendi, kemarin.
Sementara itu Public Relation Binus School, Haris Suhendra, mengatakan seluruh siswa yang terbukti melakukan tindakan kekerasan sudah "tidak menjadi bagian dari komunitas Binus School".
"Sejumlah siswa lain yang turut menyaksikan kejadian tersebut, tanpa melakukan tindakan pencegahan maupun pertolongan, juga telah mendapatkan sanksi disiplin keras," kata Hendra, seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Dia juga mengeklaim aksi bullying itu tidak terjadi di lingkungan sekolah, melainkan di luar kawasan sekolah.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menilai sekolah tak bisa lepas tangan dan meminta pemda untuk mengevaluasi sistem penanganan bullying di sana.
Sumber: Warta Kota