“Kalau kita lihat, perlindungannya masih jauh dari layak, karena bicara tentang pemupukan, misalnya, bersinggungan dengan zat kimia, tapi perlindungan terhadap pekerja perempuan yang banyak mengerjakan tugas ini masih kurang dan belum ada, misalnya, pemeriksaan rutin kesehatan dalam sebulan atau alat K3,” tukas Sulistri.
Namun, Sumarjono Saragih, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bidang Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa industri perkebunan kelapa sawit berkomitmen melindungi pekerja perempuan.
Untuk itu, GAPKI telah menyusun Panduan Perlindungan terhadap Pekerja Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit, yang selaras dengan gerakan sawit berkelanjutan yang mengutamakan hak pekerja perempuan di perkebunan sawit.
“Industri sawit Indonesia tidak menutup mata untuk menjaga dan menempatkan perempuan dengan baik saat bekerja di industri perkebunan kelapa sawit. Terlebih ini menyangkut 16 juta pekerja di sektor perkebunan, termasuk pekerja perempuan,” kata Sumarjono.
Sependapat dengan GAPKI, Ketua Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia, Janti Djuari, menyatakan perempuan memegang peranan penting dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk di sektor perikanan.
Karenanya, aspek perlindungan perempuan memang jadi fokus penting, mengingat pekerja perempuan di sektor perikanan rentan terhadap eksploitasi.
“Jadi perlu dilakukan program edukasi, terutama bagi para pekerja perempuan yang bekerja di sektor perikanan. Mereka umumnya berasal dari desa atau dari daerah pinggiran yang memiliki pemahaman minim mengenai kesetaraan gender dan hak kerja,” ujar Janti.