News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Diduga Penyebab Meningkatnya Pengangguran, Warga Bekasi Gugat Syarat Usia Lowongan Kerja ke MK

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat.(Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang warga Bekasi bernama Leonardo Holefins Hamonangan menggugat Pasal Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selaku Pemohon, Leonardo mempersoalkan adanya aturan syarat usia hingga pengalaman kerja di lowongan pekerjaan, yang dinilai bersifat diskriminatif.

Perkara tergister dengan Nomor 35/PUU-XXI/2024 ini telah menjalani sidang pendahuluan, pada Selasa (5/3/2024).

Dalam permohonannya, Pemohon mencantumkan berprofesi sebagai karyawan swasta.

Namun dalam sidang pendahuluan, ia mengaku belum bekerja.

"Nama saya Leonardo Olefins Hamonangan. Usia saya saat ini adalah 23 tahun. Saat ini status saya adalah belum bekerja," kata Leonardo dikutip dari risalah persidangan yang dilihat, Senin (11/3/2024).

Leonardo menilai berlakunya Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat menyebabkan semakin maraknya angka pengangguran di Indonesia.

Baca juga: Lowongan Kerja BPJS Kesehatan, Pendaftaran akan Ditutup 20 April 2024

Selain itu, ia menyebut di banyak negara lain, praktik pembatasan usia dalam lowongan pekerjaan dapat dikategorikan sebagai diskriminasi berbasis usia atau ageism.

Ini terjadi ketika seseorang dirugikan secara tidak adil karena alasan, yang tidak dapat dibenarkan secara objektif, terkait dengan usianya.

"Berbagai negara telah melarang praktik ageism di tempat kerja. Larangan ini didasari pemahaman bahwa usia merupakan indikator prediksi kinerja yang buruk, dan seringkali tidak berhubungan dengan kemampuan kerja. Bisa tidaknya seseorang bekerja di suatu posisi seharusnya berdasar pada kompetensi, kualifikasi, dan keterampilan yang dimiliki orang tersebut," dikutip dari salinan permohonan di situs resmi MKRI.

"Masalahnya di Indonesia, pembatasan usia dalam lowongan pekerjaan dianggap sebagai sesuatu yang wajar."

Selanjutnya, ia mengatakan normalisasi diskriminasi usia secara umum berdampak pada seluruh angkatan kerja.

Namun pekerja dengan status kontrak akan merasakan dampak yang lebih besar.

Menurutnya para pekerja kontrak tidak pernah punya jaminan bahwa kontrak pekerjaan mereka akan terus diperpanjang.

Kontrak yang habis masa berlakunya akan serta merta menyebabkan pekerja tersebut langsung kehilangan pekerjaan.

"Bayangkan ketika pekerja habis masa kontraknya dalam usia yang tidak lagi 'muda', batasan usia dalam lowongan kerja yang beredar akan menyulitkan pekerja untuk mencari pekerjaan baru," kata Pemohon.

"Padahal kondisi pasar kerja Indonesia yang kian fleksibel (atau dalam konteks ini berarti rentan) selepas terbitnya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja menyebabkan pegawai makin mudah dipekerjakan dengan kontrak tidak tetap."

Lebih lanjut, ia juga mengatakan pemerintah masih membiarkan praktik-praktik syarat lowongan kerja yang diskriminasi dan tidak melaksanakan Konvensi ILO Tahun 1958 (nomor 111)

Pasal 2 Konvensi ILO Tahun 1958 (nomor 111), pada intinya menyatakan secara umum memberikan tanggung jawab bagi negara untuk memastikan bahwa tidak ada diskriminasi dalam proses rekrutmen hingga pelaksanaan hubungan kerja.

Oleh karena itu, dalam petitumnya, Leonardo meminta MK menyatakan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah Undang-Undang nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 427 ) bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

“Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja diharapkan untuk memberikan kesempatan yang adil kepada semua pencari kerja yang memenuhi syarat yang ditetapkan, dilarang memuat persyaratan mengdiskriminasi usia pelamar, latar belakang, pengalaman bekerja, jenis kelamin, agama, ras, orientasi seksual. Pemberi kerja juga diharuskan untuk melakukan proses seleksi yang transparan dan objektif dalam memilih kandidat yang paling sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang tersedia"

atau

Menyatakan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah Undang-Undang nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 427 ) bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai

“Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan dilarang memuat persyaratan batasan usia, pengalaman kerja, agama atau persyatan lainnya yang menghambat tenaga kerja mengikuti seleksi lamaran pekerjaan”.

Dalam sidang pendahuluan, Hakim Konstitusi Arsul Sani meminta Pemohon menjelaskan lebih lanjut apakah batas usia termasuk dalam 'diskriminasi' sebagaimana yang didalilkannya.

Selain itu, hakim juga menilai adanya inkonsistensi Pemohon dalam uraian alasan permohonan atau posita dengan petitum.

Sehingga, hakim meminta Pemohon memperbaiki permohonannya dalam waktu 14 hari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini