News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi di PT Timah

Penjelasan Lengkap Kejagung Asal-usul Angka Kerugian Negara Rp 271 Triliun Kasus Mega Korupsi Timah

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan kasus dugaan korupsi timah di Bangka Belitung tak sesederhana mengambil uang negara Rp271 triliun.

Perkara tersebut, kata dia, dapat dipahami dengan adanya lahan negara yang dikelola oleh PT Timah.

Di lahan negara tersebut, kata dia, kemudian terdapat penambang-penambang ilegal.

Hasil penambangan ilegal tersebut, kata dia, kemudian dijual kepada PT Timah.

Artinya, lanjut dia, timah yang dibeli PT Timah menjadi kerugian negara tersendiri yang nyata.

Selanjutnya, dampak dari penambangan ilegal tersebut menimbulkan satu kerusakan yang begitu masif dan luas.

Kemudian, penambangan ilegal tersebut juga menimbulkan kerusakan ekologi yang membuat petani dan nelayan tidak lagi bisa bekerja di sana.

Selain itu, aktifitas tersebut juga telah merugikan perekonomian negara.

Selanjutnya, kata dia, diperlukan biaya rehabilitasi yang sangat besar atas dampak dari masifnya aktifitas penambangan ilegal tersebut.

Hal tersebut disampaikannya saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di kantor Kejaksaan Agung Jakarta pada Rabu (3/4/2024).

"Akibat ulah dari mereka yang tadi, melakukan penambangan liar yang begitu masif dengan lahan yang begitu luas, kalau ini negara yang menanggulangi besar banget. Sehingga item-item inilah yang menyebabkan kenapa ini menjadi besar seperti itu," kata dia.

"Jadi bukan uang negara masuk (lalu) diambil. Kalau itu terlalu mudah. Bicaranya terlalu mudah. Kita harus bicara penanganan perkara itu secara general dan komprehensif. Jadi harus betul-betul siapa yang harus bertanggungjawab terhadap kegiatan ini," sambung dia.

Untuk mendapatkan angka kerugian negara Rp271 triliun, kata dia, Kejaksaan Agung menggandeng sejumlah pihak.

Pihak-pihak tersebut, kata dia, di antaranya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ahli lingkungan, ahli ekologi, dan ahli ekonomi baik makro maupun mikro.

"Jadi nggak ujug-ujug jaksa bisa menghitung sendiri. Nggak. Penyidik nggak bisa, tapi mereka melibatkan semua ahli, ahli berkesimpulan bahwa kerugian negara ini Rp271 triliun," kata dia.

Baca juga: Jadi Saksi Perkara Korupsi 271 T Harvey Moeis, Sandra Dewi Tenteng Tas Rp 600 Ribuan ke Kejagung

Untuk itu, kata dia, penyidik Kejaksaan Agung juga menggunakan instrumen di antaranya foto dan video satelit. 

Ia mengatakan foto dan video satelit tersebut digunakan untuk memetakan dampak kerusakan baik dari sisi lingkungan, ekonomi, maupun sosial dari aktifitas penambangan ilegal yang masif dan luas tersebut.

"Bahkan saya sering ngomong bahwa kerusakan lingkungan yang ada di sana itu dua kali lipat dari Jakarta," kata dia.

Untuk merehabilitasi lingkungan yang terdampak tersebut, kata dia, membutuhkan biaya yang paling besar karena membutuhkan waktu yang sangat lama.

Hal tersebut, kata dia, karena perlu dilihat juga aspek indek generation

"Kalau bicara menggunakan rehabilitasi lingkungan nggak bisa satu tahun, lima tahun nggak bisa. Itu bisa 100 tahun. Sampai lahan-lahan itu bisa dimanfaatkan baik lagi, ditempati oleh manusia, oleh habitat lain, makhluk hidup semuanya, rantai makanan bisa berjalan dengan baik," kata dia.

Total sebanyak 16 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Sebanyak tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara yakni mantan Direktur Utama PT Timah M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018 Emil Emindra (EML), dan Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah Alwin Albar (ALW).

Selanjutnya, 13 orang pihak swasta yang telah ditetapkan tersangka yakni Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron alias Aon (TN), Manajer Operasional CV VIP Achmad Albani (AA), Komisaris CV VIP BY, Direktur Utama CV VIP HT alias ASN, General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL), dan Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI.

Selanjutnya juga pengusaha tambang di Pangkalpinang SG alias AW,  pengusaha tambang di Pangkalpinang MBG, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP), Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah (RA), Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Li, dan perwakilan PT RBT Harvey Moeis. 

Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka obstruction of justice (OOJ) dalam kasus tersebut.

Baca juga: Irit Bicara, Robert Bonosusatya Ogah Jelaskan Perannya soal Kasus Korupsi Rp 271 T

Atas perbuatannya para tersangka di perkara pokok disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian tersangka OOJ disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini