Pesan itu Zainal sampaikan dalam diskusi daring di YouTube Sahabat Indonesia Corruption Watch (ICW).
“Harus dihilangkan di otak presiden sendiri di otak presiden ya, mengatakan bahwa KPK itu harus ada perwakilan jaksa-polisi di dalamnya. Itu yang keliru menurut saya,” kata Zainal, Minggu (13/5/2024).
Zainal menegaskan, tidak ada keharusan pimpinan KPK berasal dari Kejaksaan Agung dan Polri. Sebab, tidak ada dasar hukum yang menyatakan perwakilan Korps Adhyaksa dan Bhayangkara menjadi bagian pimpinan KPK.
“Manakala selalu dibayangkan KPK itu selalu harus ada jaksanya, harus ada polisinya, harus ada itu yang keliru,” tutur Zainal.
Menurut Zainal, ketika ada sosok yang saat ini sudah disiapkan menjadi calon pimpinan KPK dari Kejaksaan Agung dan Polri, loyalitasnya dipertanyakan.
"Apakah untuk pemberantasan korupsi atau kepentingan Jaksa Agung atau kepentingan Kapolri misalnya,” tuturnya.
Dalam forum yang sama, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan kesulitannya saat baru menjabat pucuk pimpinan KPK periode 2015-2019. Sebab, di dalam tubuh KPK ia menemukan banyak sekali pegawai yang berafiliasi dengan pihak eksternal.
Penyidik KPK, misalnya, justru tunduk kepada Kapolri, Wakapolri, Jaksa Agung, sampai Badan Intelijen Negara (BIN). Sebagian pegawai KPK memang merupakan aparatur sipil negara (ASN) dari kementerian atau lembaga lain.
Mereka bertugas di KPK dengan skema pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD). Banyak PNYD di KPK yang berasal dari instansi luar terjerat kasus hukum.
Baca juga: Jokowi Akan Umumkan Pansel Calon Pimpinan KPK Juni 2024
“Penyidik itu nanti ada yang tunduknya kepada Kapolri, ada yang tujuannya kepada Kejaksaan. Bukan hanya Kapolri loh, Wakapolri, terus kemudian ada yang dari BIN (Badan Intelijen Negara),” kata Agus.