“Kalau Haerul Saleh ini?” cecar Jaksa.
“Ketua Akuntan Keuangan Negara (AKN) 4,” jawab Hermanto.
Kepada jaksa, Hermanto menceritakan adanya sejumlah temuan BPK pada program food estate.
Hermanto menyebut BPK hanya fokus pada temuan di program food estate. Namun, dirinya tidak tahu secara detail terkait temuan BPK.
“Tapi pada akhirnya kan jadi WTP, ya, itu bagaimana ada temuan-temuan tapi bisa menjadi WTP. Bisa saksi jelaskan?” cecar Jaksa.
“Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen. ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD (Biaya Dibayar Dimuka), bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR (Tuntutan Ganti Rugi),” ujar Hermanto.
“Artinya ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu. Bagaimana proses pemeriksaannya BPK itu sehingga menjadi WTP?” imbuh Jaksa.
“Saya enggak terlalu (tahu) persis mekanismenya,” lanjutnya.
Jaksa kemudian menyinggung adanya dugaan permintaan uang dari oknum auditor BPK.
Hermanto pun tidak membantah dugaan tersebut.
Menurutnya, ada oknum auditor BPK yang meminta uang pelicin Rp12 miliar agar Kementan mendapat opini WTP.
“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan,” papar Hermanto.
“Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?” tanya Jaksa lagi.
“Iya, (diminta) Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi,” ungkapnya.
(Tribunnews.com/Deni/Jayanti)