Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perubahan nomenklatur kementerian disebut bisa berubah, sesuai dinamika dan kebutuhan atau tuntutan zaman.
Sehingga, penyusunan nomenklatur kementerian merupakan hak prerogatif presiden.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Tata Negara (HTN) STIH IBLAM Radian Syam, dalam Dialog Publik yang digelar STIH IBLAM, di Kampus Pasar Minggu, Rabu (15/5/2024).
"(Menentukan Menteri) itu hak prerogatif presiden di dalam membentuk pemerintahan. Dia disebut secara tegas dalam UUD 1945," kata Radian.
"(Jumlah kementerian bisa berubah). Tidak di kunci (harus berjumlah) 34 kementerian, karena itu (untuk mengakomodir 40 kementerian), UU harus di ubah untuk mengikuti era saat ini," imbuh dia.
Menurut Radian, aturan tersebut juga belum menyatakan secara jelas urusan pemerintahan yang perlu dipertajam, Kementerian baru yang perlu dibuat, dan pembentukan kabinet ahli.
Dia memastikan presiden terpilih Prabowo Subianto, memiliki alasan yang sangat rasional untuk menambah Kementerian Negara.
"Kondisi-kondisi tersebut melahirkan urgensi untuk melakukan penambahan Kementerian. Konstitusi memberikan landasan pemerintahan Prabowo untuk melakukan hal tersebut," ucapnya.
Radian pun mengingatkan Prabowo-Gibran memiliki sejumlah janji kampanye yang yang harus dipenuhi selama pemerintahan mendatang.
Setidaknya, ungkap Radian, ada 9 program yang harus dijalani oleh Prabowo Gibran.
Misalnya swasembada pangan, penyempurnaan penerimaan negara, pemberantasan kemiskinan, penguatan pendidikan dan penguatan pertahanan dan keamanan negara.
Radian menegaskan agar seluruh visi misi Prabowo-Gibran tidak boleh terganjal UU Kementerian Negara.
"Jangan sampai visi-misi presiden terpilih Prabowo Subianto terkunci Pasal 15 UU Kementerian Negara. Jangan sampai visi misi nggak jalan," ucapnya.