"Niatnya kan untuk kebaikan para pekerja dan masyarakat kelas bawah. Karena itu, mereka harus didengar. Kalau ada yang perlu ditampung, pemerintah harus berlapang dada untuk mempertimbangkannya," ucapnya.
Keempat, Tapera dinilai menambah beban tambahan bagi para pekerja.
Sebab, para pekerja sendiri sudah banyak kewajiban lain yang harus dipenuhi, termasuk kewajiban untuk menjadi peserta jaminan sosial berupa BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Artinya, gaji yang sudah sedikit, akan bertambah sedikit lagi. Yang jadi kewajiban pengusaha/pemberi kerja 0,5 persen. Sementara, 2,5 persen menjadi kewajiban pekerja," tandasnya.
Baca juga: Partai Buruh Nilai Tapera Dibutuhkan, Tapi Jangan Bebani Pekerja dan Rakyat
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Dalam Pasal 7 PP mengenai Tapera tersebut, jenis pekerja yang wajib menjadi peserta mencakup pekerja atau karyawan swasta, bukan hanya ASN, pegawai BUMN dan aparat TNI-Polri.
Dalam PP tersebut, besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji atau upah pekerja. Setoran dana Tapera tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja yakni sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
Sementara untuk pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri.
Adapun pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan Tapera setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan simpanan yang bersangkutan ke Rekening Dana Tapera. Hal yang sama juga berlaku bagi freelancer.
Pemerintah memberikan waktu bagi para pemberi kerja untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada Badan Pengelola (BP) Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020.