Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) lagi-lagi diungkit oleh eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam persidangan kasus dugaan korupsi yang menjeratnya sebagai terdakwa.
Hal itu diungkit SYL saat menghadirkan ahli pidana dari Univeritas Pancasila, Agus Surono dalam persidangan Rabu (12/6/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Baca juga: Eks Mentan SYL Minta Blokir Rekeningnya Dibuka Untuk Nafkahi Keluarga, Hakim: Masih Butuh Bukti
"Ijin Yang Mulia, ini perintah presiden, ini perintah kabinet, ini perintah negara. Kalau itu terjadi dan ini benar, apakah bawahan, katakanlah menteri, hanya menteri sendiri bertanggung jawab atau negara bertanggung jawab, presiden itu?" kata SYL di persidangan.
Agus sebagai ahli hanya menjawab normatif terkait pertanyaan SYL itu.
Katanya, dalam berbagai kasus pidana memang kerap ditemukan irisan-irisan, entah dengan hukum administrasi maupun perdata.
Baca juga: Kubu SYL Minta Bos Perusahaan Pakaian Dalam Hanan Supangkat Bersaksi di Persidangan
"ijin secara umum Yang Mulia. Saya dalam hal ini ingin menyampaikan, Yang Mulia, seringkali di dalam hukum pidana itu ada irisan-irisan Yang Mulia. Irisan antara hukum administrasi dengan hukum pidana, irisan antara hukum perdata dengan hukum pidana," kata Agus.
Tak puas dengan jawaban itu, SYL kemudian mengungkit soal tindak-tanduknya sebagai menteri yang diklaim untuk kepentingan rakyat.
Katanya, ada 287 juta penduduk yang kondisi pangannya terancam jika dia tidak mengambil langkah-langkah tertentu.
"Nah sekarang untuk kepentingan 287 juta orang makanannya terancam, terus ada diskresi yang diperintahkan dan itu terjadi, apakah itu bisa diabaikan dalam pendekatan pidana saja atau tetap harus dijadikan bagian-bagian antitesa dari aturan hukum yang ada?" ujar SYL.
Atas pertanyaan itu, Agus menjelaskan bahwa sifat melawan hukum dapat hilang ketika perbuatan itu dilakukan untuk kepentingan umum.
"Jadi sifat melawan hukumnya tadi, maka menjadi hilang, manakala terpenuhi asas asas yang saya sampaikan. Asas-asas yang paling utama ada asas kepentingan umum, asas keadilan, dan seterusnya," ujar Agus.
Sebagai informasi, SYL tak hanya sekali menyinggung kebijakan atau perintah Presiden Jokowi dalam persidangan perkara ini.
Sebelumnya pada persidangan Rabu (8/5/2024), SYL sempat berdalih bahwa perjalanannya yang menelan uang negara hingga ratusan juta rupiah karena perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Jaksa KPK: Keterangan Saksi Meringankan SYL Tak Relevan dengan Kasus Pemerasan dan Gratifikasi