TRIBUNNEWS.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan fakta baru terkait laporan transaksi mencurigakan di Indonesia.
Fakta mencengangkan disampaikan oleh Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah yang menyebut transaksi mencurigakan terbanyak berasal dari aktivitas judi online yaitu sebesar 32,1 persen.
Bahkan, sambungnya, transaksi judi online mengalahkan laporan transaksi dari korupsi yang 'cuma' tujuh persen.
"Secara akumulasi, judi bagian yang cukup besar dari laporan transaksi keuangan mencurigakan yang kita terima sampai 32,1 persen, kalau misalnya penipuan di bawahnya ada 25,7 persen, lalu kemudian tindak pidana lain 12,3 persen, korupsi malah tujuh persen," kata Natsir dalam diskusi bertajuk "Mati Melarat Karena Judi" pada Sabtu (15/6/2024) yang tayang di YouTube Trijaya.
Sementara, nilai transaksi keuangan dari judi online terus meningkat tiap tahunnya.
Natsir menuturkan jika diakumulasikan antara tahun 2023-2024, total transaksi keuangan dari judi online mencapai Rp 600 triliun.
"Nah, itu nilainya di 2023 Rp 397 triliun, dan di semester satu ini yang seperti disampaikan Pak Kepala PPATK Ivan Yustiavandana itu nembus angka Rp 600 triliun lebih pada kuartal pertama di 2024," jelasnya.
Modus Jual Beli Rekening untuk Judi Online
Pada kesempatan yang sama, Natsir juga menuturkan adanya modus baru dalam judi online yaitu jual beli rekening.
Baca juga: Miris! Pemain Judi Online 3,2 Juta Orang: Didominasi IRT dan Pelajar, Sehari Habiskan Rp 100 Ribu
Natsir mengatakan, hal ini dilakukan agar pemain bisa tetap melakukan perjudian kendati Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Kominfo sudah memblokirnya.
Pasca-pemblokiran tersebut, dia menuturkan pemain judi online justru semakin meningkat meski pemblokiran rekening sudah dilakukan.
"Memang seolah-olah bertemu terus ini, wah angkanya (pemain judi online) kok semakin meningkat ya, tapi sebenarnya sudah banyak ditekan, dicegah gitu ya."
"Dan selain itu, memang selain demand yang tinggi oleh masyarakat terhadap judi online yang ada ini, dan juga masih ditemukan orang menjual rekening, ini juga salah satu," ujar Natsir.
Natsir juga menuturkan rekening yang dibuka oleh mayoritas pemain judi online tidak hanya berasal dari bank swasta saja, tetapi juga bank milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Iya, termasuk e-wallet juga banyak digunakan. Tapi laporan ini selalu kita koordinasi untuk menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan maupun tindak pidana lain," jelasnya.
Di sisi lain, Natsir menyebut, pihaknya sudah memblokir sekitar 5 ribu rekening yang diduga milik dari pemain judi online.
Namun, kendati sudah diblokir, dia mengaku belum ada pihak yang keberatan atas pemblokiran tersebut.
Kini, katanya, seluruh rekening yang sudah diblokir itu sudah diserahkan ke penyidik kepolisian untuk diselidiki.
"Secara umum, undang-undang mengatur bahwa PPATK bisa memblokir rekening yang terindikasi TPPU 5 hari + 15 hari. Nah, setelah itu, blokir tadi bisa ditindaklanjuti penyidik. Dan sejauh ini tidak ada yang keberatan atas blokir yang dilakukan terkait judi online ini," jelasnya.
Pemain Judi Online Didominasi IRT dan Pelajar, Sehari Habis Rp 100 Ribu
Pada kesempatan yang sama, Natsir juga mengungkapkan total pemain judi online di Indonesia diperkirakan mencapai 3,2 juta orang.
Adapun mayoritas pemainnya berlatarbelakang ibu rumah tangga (IRT) dan pelajar yang sehari bisa menghabiskan Rp 100 ribu untuk bermain judi online.
"Dari 3,2 juta yang kita identifikasi judi online itu, itu rata-rata main di atas Rp 100 ribu. Hampir 80 persen dari 3,2 juta pemain yang teridentifikasi itu," kata Natsir.
"Ada pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan ini yang cukup mengkhawatirkan buat kita sebagai anak bangsa," sambungnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online, Ini Sejumlah Tugasnya
Natsir mengasumsikan ketika sebuah keluarga berpendapatan Rp 200 ribu sehari, maka sudah separuh pendapatannya untuk main judi online.
Dia pun mengaku miris atas fenomena yang terjadi tersebut ketika uang yang seharusnya bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari justru digunakan bermain judi online.
"Misalnya pendapatan keluarga itu katakan lah Rp 200 ribu per hari. Kalau Rp 100 ribunya dibuat judi online, itu kan signifikan ya, mengurangi gizi dari keluarga yang ada."
"Dan kalau itu terus berlanjut, kan tentunya uang yang Rp 100 ribu tadi bisa dibelikan susu anak," jelas Natsir.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Judi Online