TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang karyawan perusahaan di Jakarta Selatan berinisial SSK ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menggelapkan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Oknum karyawan berinisial SSK tersebut dijerat Pasal 374 KUHP tentang penggelapan.
Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Wilayah DKI Jakarta, Deny Yusyulian mengatakan beberapa sanksi akan diterima oleh pemberi kerja atau badan usaha jika tidak memenuhi kewajiban mendaftarkan dan membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
”Langkah hukum ini sebagai bentuk konkret kami dalam pelaksanaan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) demi kesejahteraan pekerja," ucap Deny dalam keterangannya, Rabu (19/6/2024).
Sanksi pertama dapat diberikan adalah sanksi administratif, sesuai PP Nomor 86 Tahun 2013. Pertama teguran tertulis, lalu sanksi denda, dan yang ketiga tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.
“Selain terkena sanksi administratif, pemberi kerja atau badan usaha juga dimungkinkan terkena sanksi pidana sesuai UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dimana pelaku bisa dipenjara paling lama 8 tahun atau denda maksimal 1 miliar,” cetus Deny.
Apabila terdapat pekerja yang iurannya ternyata tidak dibayarkan atau digelapkan oleh pihak perusahaan atau oknum perusahaan, dapat melaporkan langsung kepada pihak berwenang dengan membawa bukti-bukti yang kuat.
Oknum SSK tersebut menggelapkan iuran, yang telah diidentifikasikan sebelumnya oleh Petugas Pemeriksa BPJS Ketenagakerjaan, Junelpri Saragih & Rahmanto Putra dikarenakan terdapat tunggakan iuran.
Petugas Pemeriksa melakukan identifikasi awal, dengan mengirimkan surat pemberitahuan tagihan iuran, pemeriksaan data, pemeriksaan lapangan, sampai pada akhirnya ditemukan adanya oknum penggelapan iuran tersebut.
“Penindakan hukum merupakan bentuk sinergi antara Polri dan BPJS Ketenagakerjaan dalam upaya Pencegahan dan Penanganan Ketidakpatuhan Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,” tegas Deny.