TRIBUNNEWS.COM - Pemerhati kebijakan publik, Agus Pambagio menilai kebijakan pemberian bantuan sosial (bansos) kepada keluarga yang menjadi korban judi online merupakan wujud pemerintah tidak mau ambil pusing.
Agus mengatakan seharusnya pemerintah cukup dengan melakukan pemblokiran terus menerus terhadap situs judi online alih-alih justru membuat kebijakan pemberian bansos.
Namun, menurut Agus, pemerintah terkesan tidak mau untuk melakukan pemblokiran tersebut secara terus menerus.
"Ya ini, pemerintah tak mau pusing. Apa susahnya Menkominfo setiap itu (situs judi online) muncul di-close, di-close. Ini kan tentang teknologi, cuma nggak mau saja pemerintah (melakukan penutupan situs judi online)," katanya dalam program Sapa Indonesia Pagi dikutip dari Kompas TV, Rabu (19/6/2024).
Agus juga menilai pemberian bansos adalah kebijakan keliru karena kasus judi online berkaitan dengan tindak pidana.
Sehingga, dia mengaku tak habis pikir ketika seseorang atau keluarganya menjadi miskin akibat judi online justru memperoleh bansos alih-alih hukuman penjara.
"Kemudian ini kan tindak pidana dan ini kan haram hukumnya. Masak malah dikasih bansos. Mungkin kalo yang haram dikasih bansos cuma ada di Indonesia," katanya.
Di sisi lain terkait maraknya judi online, Agus mengusulkan kepada pemerintah agar dibuatkan tempat khusus untuk berjudi.
Dia pun mencontohkan beberapa negara seperti Malaysia dan Mesir yang memiliki kawasan yang dibuat untuk berjudi.
Baca juga: Menkominfo Pastikan Media Sosial X Tak akan Diblokir, Asal Tidak Sajikan Konten Pornografi dan Judi
Hal ini, kata Agus, justru dapat meningkatkan pendapatan negara ketika pemerintah menarik pajak dari judi.
"Kan judi sama-sama haram. Kan judi online tidak dapat pajak, maka pemerintah sahkan saja (kawasan khusus berjudi agar memperoleh pajak). Di Mesir dan Malaysia, ada tuh. Saya tidak berbicara agama ya," katanya.
Sebelumnya, Menko PMK, Muhadjir Effendy menyebut bakal memberikan bansos kepada korban judi online.
Namun, dia meluruskan pihak yang menerima bansos adalah keluarga yang terdampak dan bukannya pemain judi online.
"Saya tegaskan korban judi online itu bukan pelaku. Siapa korbannya? Korbannya adalah keluarga atau individu terdekat dari para penjudi itu yang dirugikan baik secara material, finansial, maupun psikologis, dan itu lah yang nanti disantuni," katanya pada Senin (17/6/2024) dikutip dari Kompas.com.
Muhadjir mengungkapkan keluarga atau individu terdekat dari yang terdampak pelaku judi online merupakan tanggung jawab negara.
Apalagi, sambungnya, jika keluarga atau individu tersebut sampai jatuh miskin akibat salah satu anggotanya kecanduan judi online.
"Memang orang miskin itu menjadi tanggung jawab negara, sesuai dengan UUD Pasal 34 ayat 1 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara," kata Muhadjir.
Pada kesempatan yang sama, dia menuturkan juga bakal terhadap penerima bansos yang justru bermain judi online.
Dia mengatakan hal ini dilakukan untuk menghindari bansos yang diberikan justru digunakan untuk bermain judi online.
"Kalau ada penerima bansos (bermain judi online), ya akan kita tangani itu. Karena bagaimanapun tidak bisa mereka menerima bansos," katanya.
Muhadjir mengatakan seleksi tersebut salah satunya bisa dilihat dari rekening penerima bansos yang mungkin turut diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Diketahui, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, sempat menyebut pihaknya telah memblokir sekitar 5 ribu rekening yang diduga berkaitan dengan judi online.
"Nanti itu saya juga akan minta PPATK, jangan-jangan di antra norek (nomor rekening) yang diblokir itu ada (dimiliki) penerima bansos," ujarnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Tria Sutrisna)
Artikel lain terkait Judi Online