Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asisten Deputi Energi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) RI, Ridha Yasser mengatakan implementasi aturan carbon capture storage (CCS) sebagai teknologi mitigasi pemanasan global di berbagai sektor memegang peranan penting dalam upaya mengurangi emisi karbon dunia.
Saat ini lanjutnya, pemerintah terus berupaya menyediakan regulasi menyeluruh untuk implementasi di lapangan.
Hal itu disampaikan Ridha dalam FGD 'Pemanfaatan Teknologi CCS Sektor Ketenagalistrikan' yang digelar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
FGD ini digelar menyusul terbitnya dua regulasi penting terkait CCS, yaitu Perpres Nomor 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Permen ESDM Nomor 2/2023 tentang Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
“CCS akan diimplementasikan aturannya, dan ini dalam rangka kita bersaing dengan negara lain untuk mendapatkan peluang penerapan skema karbon sebagai agenda global,” ungkap Ridha.
Dalam FGD tersebut, Ketua Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan EBT, Didi Setyadi menekankan pentingnya memanfaatkan reservoir karbon yang dimiliki Indonesia untuk kepentingan dalam negeri. Ia menyoroti tantangan pada sisi ekonomis dari penerapan teknologi baru ini.
"Kita harus mengikuti, mengadopsi,
menerapkan teknologi yang baru itu. Kan di situ harus menambahkan biaya. Nah apakah biaya ini kemudian ekonomis atau tidak ekonomis dibandingkan dengan harga jual listriknya sendiri. Nah itu kan yang jadi persoalan," jelas Didi.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Parulian Paidi Aritonang berharap pemerintah dapat mewadahi kepentingan yang lebih luas terkait aturan CCS guna menangkap peluang ekonomi, terutama pada sektor ketenagalistrikan.
Indonesia lanjutnya, sedang menghadali tantangan memenuhi permintaan listrik dan mengurangi jejak karbon, seraya menjaga harga listrik tetap terjangkau.
“Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat sambil mengurangi jejak karbon. Pemerintah juga harus menjaga agar harga listrik tetap terjangkau bagi konsumen dan dunia usaha,” kata Parulian.
Menurut Parulian, teknologi CCS memiliki potensi tidak hanya untuk menyimpan emisi karbon dari pembangkit listrik tetapi juga untuk mendukung percepatan transisi energi di Tanah Air.
“Saya berharap FGD ini dapat menghasilkan kajian kelayakan, potensi manfaat, tantangan, serta bagaimana teknologi ini dapat membantu meminimalkan risiko kenaikan tarif listrik yang penting bagi perekonomian masyarakat," ucapnya.
Diketahui, saat ini belum ada landasan hukum khusus yang mengatur mekanisme pelaksanaan CCS di sektor ketenagalistrikan.
Peraturan yang ada, seperti Perpres Nomor 14/2024 hanya mengatur skema penyelenggaraan CCS di sektor hulu. Oleh karena itu, diperlukan regulasi khusus untuk penanganan emisi CO2 dengan pemanfaatan teknologi CCS di sektor ketenagalistrikan agar tidak berdampak pada peningkatan BPP.
Menanggapi hal ini, Nurlely Aman Senior Executive Vice President Hukum, Kebijakan, dan Kepatuhan PT PLN (Persero) menyampaikan komitmen PLN untuk mendukung penerapan teknologi CCS di sektor ketenagalistrikan Indonesia.
Namun, ia mengingatkan perlunya memperhatikan implikasi finansial bagi pihak yang bukan pengelola minyak dan gas.
Baca juga: Bank Mandiri Wujudkan Komitmen untuk Mengurangi Emisi Karbon melalui MJM 2024
Menurutnya, monetisasi depleted well/reservoir yang tidak dimanfaatkan harus dioptimalkan dan regulasi terkait CCS harus ditempatkan dengan tepat, apakah sebagai instrumen penurunan emisi atau tambahan pendapatan negara.