TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Eman Sulaeman memutuskan, penangkapan dan penetapan tersangka Pegi Setiawan tidak sah. Senin (8/7/2024) malam, Pegi yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky, dibebaskan dari penahanan di Rutan Polda Jawa Barat (Jabar).
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel meyakini, setelah putusan Pegi Setiawan ini bisa berimbas terhadap tujuh terpidana yang sudah divonis penjara seumur hidup dan 8 tahun penjara terhadap Saka Tatal.
"Patahnya narasi Polda Jabar bahwa Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana. Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?," ," jelas Reza Indragiri Amriel kepada Tribunnews.com.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR RI, Johan Budi. Ia mengatakan, putusan tersebut menandakan Polri harus segera mencari pelaku pembunuhan Pegi yang sebenarnya.
"Menurut saya, ketika Pegi Setiawan sudah dibatalkan tersangkanya ya menjadi tugas Polri untuk mencari siapa sebenarnya tersangka yang diduga melakukan pembunuhan terhadap Vina dan Eky. Ini tentu tugas Polri," kata Johan Budi saat dikonfirmasi, Senin (8/7/2024).
Johan menambahkan Polri harus terus mencari siapa pelaku pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon yang tewas pada 28 Agustus 2016 di Jembatan Talun, Cirebon. Dia pun meminta korps Bhayangkara untuk melakukan penyidikan ulang hingga pelaku yang asli ditangkap.
"Ini harus diproses lagi proses penyidikan harus dilakukan lagi oleh Polri sehingga benar-benar ditemukan tersangka yang melakukan pembunuhan terhadap Eky dan Vina,"ujarnya.
Baca juga: Kesaksian Pegi usai Bebas dari Penjara: Sempat Diancam, Dipukul hingga Kepala Ditutup Plastik
5 Implikasi
Reza Indragiri Amriel menyebut, setidaknya ada lima implikasi setelah hakim PN Bandung menyatakan penetapan tersangka Pegi Setiawan tidak sah.
Berikut analisa Reza Indragiri Amriel yang selama ini menjadi psikolog forensik
1. Aep perlu diproses hukum.
Keterangannya, sebagaimana perspektif saya selama ini, adalah barang yang paling merusak pengungkapan fakta. Persoalannya, keterangan palsu (false confession) Aep itu datang dari mana? Dari dirinya sendiri ataukah dari pengaruh eksternal? Jika dari pihak eksternal, siapakah pihak itu?
2. Sudirman, yang terindikasi memiliki perbedaan dari sisi intelektualitas, boleh jadi tergolong sebagai individu dengan suggestibility tinggi. Dengan kondisi tersebut, Sudirman sesungguhnya sosok rapuh.
Ingatannya, perkataannya, cara berpikirnya bisa berdampak kontraproduktif bahkan destruktif bagi proses penegakan hukum. Perlu pendampingan yang bisa menetralisasi segala bentuk pengaruh eksternal yang dapat "menyalahgunakan" saksi dengan keunikan seperti Sudirman.
3. Patahnya narasi Polda Jabar bahwa Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana.
Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi? Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?
4. Selama ini pembahasan tentang kerja scientific Polda Jabar sebatas terkait DNA, CCTV, dan otopsi mayat. Sambil terus mendorong eksaminasi terhadap scientific investigation Polda Jabar pada 2016, saya mencatat ada satu hal yang belum pernah diangkat. Yakni, bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina dan Eky di jembatan pada 2016.