Padahal SYL merupakan birokrat berpengalaman dengan berbagai jabatan yang pernah diemban.
"Dengan pengalaman terdakwa sebagai seorang birokrat tidak mungkin tidak mengetahui dan melakukan pembiaran terhadap pemberian fasilitas dan keluarga yang diberkan oleh insan Kementan," ujar Hakim Anggota, Ida Ayu Mustikawati di dalam persidangan.
SYL diketahui memang merupakan birokrat sejak lama. Dia pernah menjabat lurah, camat, bupati, sekda, wakil gubernur, gubernur, hingga menteri.
Baca juga: Tangis Adik SYL Pecah Dengar Sang Kakak Divonis 10 Tahun Penjara: Kami Sedih
Sebagai birokrat tulen, Hakim menilai bahwa SYL pasti memahami batasan antara fasilitas untuk urusan dinas dan pribadi, termasuk keluarga.
"Sejatinya terdakwa mengetahui apa yang semestinya merupakan fasilitas kedinasan atau bukan bagi dirinya sebagai seorang menteri atau di luar kedinasan. Apalagi untuk kepentingan keluarga," kata Hakim Ida.
Pertimbangan Majelis Hakim ini merupakan tanggapan atas pernyataan kubu SYL di dalam pleidoi atau pembelaannya.
Di dalam pembelaannya itu, SYL dan penasihat hukumnya cenderung melemparkan kesalahan kepada para pegawai Kementan.
Mereka dianggap berinisiatif sendiri melayani keperluan keluarga SYL untuk naik jabatan.
"Insan Kementan yang melakukan pendekatan. Salah satunya dengan melayani keluarga terdakwa seolah-olah memang bagian dari fasilitas seorang menteri beserta keluarganya dengan harapan jabatannya aman bahkan naik," kata Hakim Ida, mengulangi pleidoi pihak SYL.
Sebagai informasi, SYL dalam perkara ini telah dihukum 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, serta uang pengganti Rp 14 miliar dan USD 30 ribu.
Hukuman demikian dijatuhkan Majelis Hakim karena menilai SYL terbukti bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.