Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus dugaan korupsi hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/7/2024).
Gazalba Saleh sebelumnya didakwa bersama-sama pengacara Ahmad Riyadh telah menerima gratifikasi Rp650 juta dari Jawahirul Fuad terkait pengurusan perkara kasasinya di MA. Dan Kepala Desa Kedunglosari, Mohammad Hani ikut berperan membantu Jawahirul Fuad untuk mencarikan jaringan untuk penanganan kasasinya di MA.
Dalam sidang Senin tersebut, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (jaksa KPK) menghadirkan saksi Mohammad Hani hingga Jawahirul Fuad.
Jaksa KPK lantas mengonfirmasi isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan Hani yang menyatakan adanya secarik kertas soal putusan perkara di MA yang diberikan kepada Jawahirul Fuad.
Secarik kertas itu berisi tulisan tangan putusan kasasi pengusaha logam PD Mandiri Jaya, Jawahirul Fuad.
"Saya juga memberikan informasi dengan mengirimkan kepada saudara Jawahirul foto secarik kertas. Ini BAP saudara saya baca ya. Yang berisi tulisan tangan tolak permohonan penuntut umum, kabul permohonan terdakwa," ujar jaksa penuntut umum, membacakan BAP Hani.
Baca juga: LIVE Isu Kapolda Jabar dan Kombes Surawan Tak Akur Gegara Kasus Vina, Keberadaan Iptu Rudiana Raib
Diketahui, Jawahirul Fuad merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang menjadi terpidana kasus pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp1 miliar di Pengadilan Negeri Jombang,, Jawa Timur pada 7 April 2021.
Vonis untuk Jawahirul Fuad dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya.
Jawahirul Fuad lantas mengajukan kasasi atas vonis dirinya itu ke MA hingga akhirnya dikabulkan dan dia dibebaskan.
Putusan kasasi yang menolak permohonan penuntut umum itu, berarti bahwa Jawahirul Fuad dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan penuntut umum.
Hani dalam sidang mengakui dirinya mengetahui adanya putusan bebas tersebut.
Namun, dia membantah menjadi pihak yang memberikan foto secarik kertas tersebut kepada Jawahirul Fuad.
"Yang artinya, putusan Jawahirul adalah bebas yang kemudian diketahui putusan Jawahirul di Mahkamah Agung dengan nomor perkara 3679/K/Pidsus/2022 yang bunyinya kasasi menolak permohonan penuntut umum dan mengbulkan kasasi saudara terdakwa atau saudara Jawahirul dibebaskan dari penjara satu tahun dan denda satu miliar. Betul itu ya?" tanya jaksa penuntut umum.
"Ya, tapi kalau tulisan tangan bukan dari saya," jawab Hani.
Baca juga: Sidang Hakim Agung Gazalba Saleh, Saksi Jaksa KPK Bantah Beri Uang untuk Pelicin Kasasi di MA
Adapun perkara Jawahirul di tingkat kasasi, ditangani oleh tiga hakim agung.
Di antaranya terdapat Gazalba Saleh yang saat ini duduk di kursi terdakwa kasus dugaan gratifikasi.
Susunan Majelis Kasasi itu terungkap dari percakapan Whatsapp antara Hani dengan pengacara Jawahirul yang bernama Ahmad Riyad.
Dalam percakapan pada 14 Juli 2022, Ahmad Riyad mengirimkan screenshot atau tangkapan layar susunan Majelis Kasasi dalam perkara Jawahirul.
"Saudara mendapatkan kiriman dari Ahmad Riyad, foto screenshoot perkara Ahmad Jawahirul. Perkara nomor 3679/K/Pidsus/LH/2022 tanggal 7 Juni 2022 yang menyebutkan susunan majelis. Di situ ada Yohanes Priyana, Dr Gazalba Saleh, Dr Desnayeti," kata jaksa, membacakan BAP Hani.
Tangkapan layar itu kemudian diteruskan Hani kepada Jawahirul.
Namun dia mengaku tak ada kepentingan apapun, selain hanya bertindak sebagai perantara.
"Apa kepentingannya Pak Ahmad Riyad mengirimkan screeshot susunan Majelis Hakim kepada saudara untuk putusan Jawahirul? Kepentingannya apa?" tanya jaksa penuntut umum.
"Beliau hanya ingin saya forward. Gitu saja," jawab Hani.
Didakwa Terima Gratifikasi Rp560 Juta dan Pencucian Uang Rp24 M
Gazalba Saleh dalam perkara ini telah didakwa bersama pengacara Ahmad Riyad terkait penerimaan gratifikasi 18.000 dolar Singapura dari pihak berperkara, Jawahirul Fuad.
Selain itu, dia juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan Rp 9.429.600.000.
Jika ditotalkan, maka nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh senilai Rp 25.914.133.305 (Dua puluh lima miliar lebih).
Penerimaan uang tersebut terkait dengan pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung.
"Bahwa terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika serta Rp 9.429.600.000,00," kata jaksa KPK dalam dakwaannya.
Baca juga: Kerugian Dugaan Mark Up Impor Beras Capai Rp2,7 T, Presiden Jokowi dan KPK Diminta Bertindak
Selain itu, Gaalba Saleh selaku hakim agung juga didakwa melakukan TPPU dari berbagai sumber, termasuk dari Jawahirul Fuad terkait pengurusan kasasi di MA. Total Gazalba menerima sekitar Rp 62 miliar.
Namun, jaksa KPK menyampaikan nilai TPPU yang dilakukan Galzaba Saleh sebesar Rp24 miliar.
Selanjutnya, Gazalba menyamarkan uang yang diterimanya tersebut dengan membeli sejumlah barang dan aset dengan nilai lebih dari Rp24 miliar.
Di antaranya untuk membeli mobil Alphard; membeli lahan/bangunan di Jakarta Selatan, Bogor dan Bekasi; tukar valas ke rupiah sebanyak dua kali; beli emas; hingga melunasi KPR teman dekat.