TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Chief Executive Officer (CEO) PRIMA sebuah program kemitraan Indonesia-Australia, Mohasin Kabir menyebut, perusahaan yang condong ke arah strategi pemasaran berbasis edukasi memiliki brand awareness 56 persen lebih kuat dibandingkan perusahaan yang strategi pemasarannya masih menitikberatkan hard selling.
Tidak hanya itu agen lapangan, perempuan juga dapat mendongkrak pertumbuhan bisnis perusahaan agrokimia karena lebih efektif untuk menjangkau segmen petani perempuan dan petani usia lanjut.
"Masih rendahnya partisipasi petani perempuan dalam upaya-upaya perlindungan tanaman, khususnya dalam mengatasi penyakit tanaman dan hama, menjadikan perusahaan belum bisa menjangkau lebih banyak konsumen di segmen ini. Adapun hasil studi kami memperlihatkan potensi bisnis untuk menjangkau segmen petani perempuan dengan mempekerjakan agen lapangan perempuan," ujar Mohasin dalam pernyataannya, Rabu(17/7/2024).
Sementara itu, Ketua Tim Teknis Komisi Pengawas Pestisida, Dadang Hermana mengatakan profil petani Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung masih sama seperti pendidikan dan penguasaan teknologi yang rendah, sehingga edukasi terhadap petani masih menjadi poin penting.
“Peningkatan pengetahuan pengguna, peningkatan cara aplikasi, peningkatan mutu pestisida, peningkatan pengawasan pestisida dan penguatan regulasi adalah kolaborasi yang harus dilakukan stakeholder agar penggunaan pestisida di Indonesia semakin baik serta kesejahteraan petani ikut meningkat,” ujar Dadang.
Baca juga: Impor Beras Bikin Negara Rugi? Komisi VI DPR Akan Panggil Direksi Bulog dan Cek Pelabuhan
Studi yang dilakukan PRISMA tahun 2024 dengan topik “Pemasaran Berbasis Edukasi: Potensi dan Rekomendasi” merekomendasikan perusahaan perlu memperbanyak kegiatan edukasi petani dan memperluas cakupan topik edukasi.
Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan evaluasi kegiatan edukasi secara reguler. Agung Kurniawan selaku Direktur Eksekutif CropLife Indonesia juga menyinggung pentingnya edukasi konsumen dalam membangun keberlanjutan penggunaan produk-produk prolintan (perlindungan tanaman).
”Perusahaan agrokimia harus menyadari bahwa masih banyak petani kita yang tidak memiliki pengetahuan memadai mengenai praktik pertanian yang baik, khususnya bagaimana mengoptimalkan penggunaan produk-produk
prolintan agar produktivitas pertanian bisa meningkat,” ujar Agung.
”Insight dari studi yang dilakukan PRISMA penting untuk memperkaya diskusi seminar hari ini sehingga kami bisa semakin meyakinkan perusahaan agro kimia dalam mengadopsi strategi pemasaran dan penjualan yang edukatif serta inklusif,” tambahnya.