Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 80 juta orang diperkirakan bakal terdampak bila Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tidak disahkan anggota DPR periode 2019 - 2024 sebelum masa jabatan mereka habis beberapa bulan ke depan.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah, mengatakan data Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) mencatat setidaknya terdapat 10 sampai 12 juta PRT Indonesia yang bekerja di dalam maupun luar negeri.
Karena PRT juga merupakan tulang punggung ekonomi keluarga, maka mereka yang terdampak diperkirakan mencapai 40 juta.
Bila ditambahkan dengan keluarga pemberi kerja atau majikan, kata dia, maka jumlahnya berlipat menjadi 80 juta orang.
Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers bertajuk 'Merespons 20 Tahun RUU PPRT Berproses di DPR' di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (19/7/2024).
"Di mana kalau soal data sebenaenya data ini juga sulit secara pasti. Tapi perkiraan ILO itu kan di dalam negeri ada sekitar 5 sampai 6 juta PRT, di luar negeri juga ada sekitar 5 sampai 6 juta PRT. Kalau terus keluarganya kira-kira 40 juta, karena PRT ini kan tulang punggung ekonomi keluarga," kata Anis.
Baca juga: OPM Bakar Gedung SMP di Papua Pegunungan, TNI Buru Para Pelaku
"Artinya, kalau plus keluarga majikan 40 juta juga, 80 juta juga yang terdampak dari RUU ini. Cukup banyak, berapa persen dari penduduk kita. Mestinya itu menjadi pertimbangan yang serius," sambung dia.
Dampak yang dimaksud bagi PRT, kata dia, di antaranya adalah mereka tetap mengalami kerentanan.
Kerentanan yang dimaksud, di antaranya perdagangan orang, perbudakan modern, eksploitasi seksual dan lain sebagainya.
Selain itu, ia juga menilai terdapat potensi dampak bagi para pemberi kerja.
Ia mengatakan para pejabat negara maupun pekerja swasta selama ini dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaannya karena dibantu oleh PRT.
"Artinya, sebenarnya ini adalah kepentingan nasional kita. Karena pasti akan mengalami gangguan kalau teman-teman PRT ini mogok karena tuntutan mereka terhadap perlindungan dan pengakuan hadirnya UU itu tidak segera diberikan oleh negara," kata dia.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mewanti-wanti potensi berdampak pada naiknya angka kemiskinan ekstrem bila RUU tersebut tidak segera disahkan.