TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegi Setiawan dan Dede Riswanto menerima perlakukan berbeda ketika mereka diperiksa oleh penyidik dari Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar).
Pegi di satu sisi mengalami sejumlah penyiksaan yang dilakukan penyidik agar mengakui telah membunuh di Kasus Vina Cirebon.
Sementara Dede hanya mendapatkan pertanyaan yang normatif saja oleh penyidik.
Sebagaimana diketahui, Dede adalah salah satu saksi kunci di balik kasus pembunuhan yang semrawut ini.
Cerita ini terungkap saat Dedi Mulyadi berbincang bersama dengan Dede Riswanto di Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat.
Dede turut dipanggil ke Polda Jabar untuk menjadi saksi ketika Pegi Setiawan ditangkap pertama kali.
Sebabnya, Aep menyebut bahwa Pegi Setiawan turut nongkrong di pinggir Jalan Perjuangan, Cirebon.
"Iya saya dipanggil, dateng ada Aep juga di situ. Menjadi saksi, di BAP juga," ujar Dede seperti dikutip dari Youtube Dedi Mulyadi yang tayang pada Senin (23/7/2024).
Namun, Dede berlagak pura-pura tidak tahu.
Ia enggan mengatakan apa yang sebenarnya ke penyidik.
"Saya berlagak lupa semua. Hampir lupa semua. Saya lebih simpel dibanding Aep," katanya.
Di hadapan penyidik, Dede pun masih menceritakan kebohongan yang dibuatnya bersama Aep.
Namun, ia hanya menceritakan sekelumit keterangan kepada penyidik terkait kejadian penyerangan dengan bambu, pelemparan batu dan keberadaan gerombolan pelaku.
Selebihnya, Dede mengaku tidak tahu.
"Saya di situ pingin berkata jujur tapi enggak bisa apa-apa. Saya pengen sekali berbuat jujur, tapi bingung dan takut," ujarnya.
Berbeda dengan Pegi yang dipaksa harus mengaku, penyidik Polda Jabar tak menggali dalam keterangan Dede.
Penyidik hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan normatif tanpa adanya tekanan.
"Penyidik enggak nanya, "Kamu bohong enggak (dengan kesaksianmu)?" tanya Dedi seolah berperan sebagai penyidik.
Namun, Dede menjawab bahwa tidak ada kalimat tanya yang mencecarnya selama pemeriksaan oleh penyidik.
Padahal, Dede merupakan saksi kunci yang informasinya perlu digali lebih dalam.
"Normatif aja, tapi saya masih berbohong. Aep yang lebih lama diperiksa, saya simpel aja. Keterangan saya kemarin di BAP itu saya enggak kenal nama-namanya, enggak kenal orang-orangnya. Hanya melihat pelemparan saja," ujarnya.
Dalam Channel Youtube-nya, Dedi Mulyadi menekankan kembali kepada Dede apakah dia melihat semua kejadian di tahun 2016 yang tertuang di putusan.
"Kamu melihat pelemparan?" tanya Dedi.
"Enggak," jawab Dede.
"Pelemparan ada enggak?"
"Enggak ada."
"Orang ngejar pakai bambu ada enggak?"
"Enggak ada."
"Empat motor mengejar motor Eky dan Vina ada enggak?"
"Enggak ada. bohong itu (semua)," jawab Dede.
Penangkapan hingga penyiksaan
Apa yang dialami Dede bertolak belakang dengan yang dialami Pegi Setiawan.
Sementara itu, Pegi Setiawan, mendapatkan perlakuan yang berbanding terbalik 180 derajat dengan yang dialami Dede.
Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi nasional, Pegi membongkar perlakuan tak manusiawi oleh pihak Polda Jawa Barat (Jabar).
Saat pertama kali ditangkap, pemuda asal Desa Kepongpongan Cirebon tersebut mengaku ditutup kedua matanya oleh lakban sebelum dibawa ke Polda Jabar.
Cerita itu berawal ketika Pegi ditangkap di Bandung pada tanggal 21 Mei 2024 menjelang maghrib.
Ia lalu ditahan di Polsek Bojongloa Kaler Kota Bandung.
"Abis dari Polsek, mata ditutup lakban langsung dibawa ke Polda Jabar," kata Pegi seperti dilansir dai iNews yang tayang pada Kamis (11/7/2024).
Setelah tiba di Polda Jabar, Pegi pertama kali mendapatkan penyiksaan di awal penyidikan.
"Dipukul bagian mata, dan diinjek kaki bagian paha kemudian kepala saya sempet dikresek warna hitam," tambahnya.
Pegi Setiawan menceritakan penganiayaan itu pertama kali terjadi saat menjalani penahanan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat.
Pemukulnya disebut Pegi merupakan salah seorang penyidik.
"Saya pernah dipukul di bagian mata," kata Pegi dalam konferensi pers di Bandung, Jawa Barat, selepas bebas dari tahanan, Senin (8/7/2024) malam, seperti ditayangkan Kompas TV.
"(Pemukul) itu salah satu penguasa gedung (tahanan) itu. Yang di penyidik, ibaratnya penguasa, polisi," sambungnya.
Beberapa orang yang menjadi kuasa hukum Pegi disebut sempat melihat bekas pemukulan di matanya.
Peristiwa itu terjadi sebelum ada kuasa hukum yang mendampinginya.
Pegi juga mengaku pernah dibekap wajahnya dengan kantong plastik. Perlakuan itu diterima setelah ibu dan kuasa hukumnya datang.
"Sempat ada penyidik masukin kresek ke muka saya. Enggak lama, cuma saya enggak bisa napas. Saya berontak, mereka buka lagi," sebutnya.
Tidak hanya itu, Pegi mengaku juga mendapatkan intimidasi verbal dari polisi. Dia merasa dipaksa agar mengakui telah membunuh Vina dan Eky di Cirebon pada 2016.
Intimidasi itu sampai membuat Pegi tidak bisa tidur.
"Dua malam enggak tidur. Selama dua malam mental saya jatuh," ungkapnya.
Kendati mendapatkan kekerasan fisik dari oknum penyidik Polda Jabar, Pegi mengaku sudah melupakannya.
Ia mengikhlaskan kejadian yang dialaminya itu dan tak berniat memperpanjang persoalan.
"Waktu yang pertama itu, saya udah melupakan itu, karena itu wajar lah biasa, saya udah mengikhlaskan karena ya mungkin ada kewajaran lah mungkin," ujar Pegi seperti dilansir dari Sapa Indonesia Malam yang tayang di Kompas TV pada Selasa (9/7/2024) malam.
Toh, kekerasan yang dialaminya, kata Pegi, hanya terjadi sekali dan tidak membuatnya babak belur seperti 8 terpidana lainnya.
Selebihnya, selama ditahan, ia mendapatkan perlakuan baik dari pihak kepolisian.
"Setelah itu ditahan di ruang Dihtahti Polda Jabar itu sama sekali tidak ada pemukulan, tidak ada kekerasan. Mereka menyambut dengan baik, membiarkan saya pulang dengan baik perpisahan dengan baik. Pawas-pawas itu sangat baik sekali," jelasnya.
Sumber: TRIBUN JAKARTA