News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Klaim Fiktif Dana BPJS

Kronologi Temuan Klaim Fiktif BPJS, Ada Peran FBI hingga KPK Endus Dugaan Tagihan Fiktif

Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Bobby Wiratama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.-- Dalam artikel mengulas tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan klaim fiktif BPJS senilai Rp 34 miliar.

TRIBUNNEWS.COM - Kronologi temuan tiga rumah sakit yang diduga melakukan phantom billing atau klaim fiktif layanan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan klaim fiktif BPJS senilai Rp 34 miliar, yang berasal dari 3 rumah sakit di dua provinsi.

Dalam diskusi "Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN", Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, membeberkan kronologi temuan klaim fiktif ini.

Menurutnya, kecuranan klaim fiktif bermula ketika KPK bersama Badan BPJS dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan studi banding ke Amerika Serikat pada 2017.

Saat itu, tim yang berangkat belajar tentang fraud tagihan pada layanan Obama Care.

Pahala mengatakan, tim belajar dengan FBI mengenai penanganan fraud dalam sistem kesehatan di Amerika Serikat.

Obama care adalah Undang-Undang Layanan Kesehatan di Amerika Serikat masa Presiden Barrack Obama saat itu.

"Waktu itu 2017 tim dari KPK, BPJS dan Kemenkes kita lihat bagaimana penanganan fraud di Obama Care jadi kita ke Amerika bareng dan kita lihat FBI bilang ternyata 3-10 persen klaim itu pasti ada fraud-nya di Amerika dan mereka keras kalau ada fraud dibawa ke pidana," ucap Pahala di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).

Di Indonesia, KPK kemudian melakukan pengawasan ke enam rumah sakit yang berada di tiga provinsi.

KPK melihat layanan kesehatan fisioterapi dan operasi katarak untuk periode Juli 2017–Juni 2018.

Baca juga: Klaim Fiktif BPJS Rp 34 Miliar Ditemukan di 3 RS, Terbesar Nilainya di Jawa Tengah

Namun, tim KPK menemukan tiga rumah sakit yang diduga melakukan praktik penipuan terkait catatan medis layanan fisioterapi.

Pahala mengungkapkan, ada perbedaan jumlah layanan yang telah diberikan dengan jumlah klaim.

Ternyata di tiga rumah sakit, terdapat tagihan klaim 4.341 kasus, tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis.

"Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis," jelas Pahala.

"Jadi kita bilang 3.269 ini sebenarnya fiktif yang kita bilang kategori dua, ini medical diagnose yang dibuat tidak benar," imbuhnya.

Temukan Kecurangan

Lebih lanjut, kata Pahala, tim turut menemukan kecurangan layanan kesehatan dengan modus penggelembungan klaim.

Pahala memberikan contoh, rumah sakit memberikan layanan fisioterapi dua kali tapi diklaim 10 kali.

"Misalnya gini ditagihkan 10 kali fisioterapi tapi kalau kita tanya ke orangnya cuma dua kali. Nah ini jenis fraud yang jenis kedua, orangnya ada, terapinya ada tapi digelembungin nilai klaimnya. Itu kita temukan tahun 2018," tutur Pahala.

Penipuan di layanan operasi katarak juga ditemukan KPK, BPJS, dan Kemenkes.

Pahala menyebut, ada temuan rumah sakit yang membuat catatan pemberian operasi katarak kepada warga secara fiktif.

"Kita lihat juga (layanan operasi) katarak di tiga rumah sakit. 39 pasien kita sama, sebenarnya hanya 14 pasien yang patut dioperasi katarak, tapi diklaim lah semua dioperasi katarak."

"Kami cek, kita bilang 'ini dioperasinya satu mata diklaimnya dua mata', kira-kira begitu waktu itu," jelasnya.

Diskusi Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN' di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024). Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkap adanya dugaan klaim fiktif pada layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. (Tangkap layar kanal YouTube KPK RI)

Selain itu, tim menemukan jenis penipuan yang dilakukan rumah sakit dengan membuat pasien fiktif untuk diberikan tindakan medis atau dikenal istilah phantom biling.

"Enggak ada apa-apa, pasien enggak ada, terapinya ada tapi dokumennya semua dibikin sedemikian sehingga seakan-akan dia mengklaim untuk orang yang ada dengan terapi segala macam."

"Itu yang kita bilang phantom billing," katanya.

Hasil penelusuran KPK, menemukan adanya tiga rumah sakit yang melakukan phantom billing.

potensi kerugian negara akibat klaim fiktif tersebut mencapai Rp 34 miliar.

Dari total kerugian tersebut, berasal dari satu rumah sakit berada di Jawa Tengah dan dua di Sumatra Utara.

Rumah sakit yang terindikasi memiliki klaim fiktif terbesar, yakni di Jawa Tengah, nilai klaim fiktifnya kisaran Rp20 miliar hingga Rp30 miliar.

"Ada tiga rumah sakit yang phantom billing saja. Tiga ini melakukan phantom billing artinya mereka merekayasa semua dokumen. Yang satu ada di Jateng sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumut itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar itu hasil audit atas klaim dri BPJS Kesehatan," kata Pahala ketika diskusi Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN' di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).

Disampaikan, temuan itu berdasarkan audit klaim BPJS, tim gabungan KPK, Kemenkes, serta BPJS melakukan pengumpulan bahan keterangan di lapangan.

Baca juga: Soal RS Klaim Fiktif ke BPJS, Kemenkes Beri Peringatan: Izin Praktik Bisa Dicabut

Praktik klaim palsu BPJS

Adapun modus yang dilakukan oleh rumah sakit ini adalah membuat klaim fiktif.

Pahala menjelaskan, awalnya data pasien melalui KTP hingga kartu BPJS dikumpulkan untuk melancarkan aksi klaim fiktif tersebut.

"Pertama, dia mengumpulkan dokumen pasien kan, ada KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial melaui kerja sama dengan kepala desa," katanya, dikutip dari kanal YouTube KPK RI.

Pahala pun menduga, pihak dokter rumah sakit terlibat, bahkan mantan dokter di rumah sakit.

"Dia mengeluarkan surat eligible peserta. Ada dokternya segala macam yang sebenarnya udah tidak lagi kerja di situ, tetapi dia tanda tangan saja. Jadi ini memang komplotan beneran," tambahnya, dikutip dari kanal YouTube KPK RI.

"(mereka) membuat, menandatangani rekam medis, catatan program pasien, pemeriksaan penunjang, serta kelengkapan syarat-syarat lainnya untuk mengajukan klaim," lanjutnya.
Kemudian, melalui data yang terkumpul dari pasien, pelaku membuat klaim kesehatan fiktif.

Nama warga juga dicatut seolah-olah sedang sakit dan perlu penanganan dokter.

"Kenapa bobol? ya gimana kalau didesain, orangnya kan nggak tau juga bahwa namanya dibuat ngeklaim BPJS, makanya berlapi-lapis dibikin pas pada audit atas klaim, step 4, barulah ketahuan setelah saat ke lapangan, ini orang ada atau tidak, begitu ditanya nggak ada ni orang?" jelas Pahala.

Lebih lanjut, Pahala menduga, praktif fiktif BPJ itu tidak hanya melibatkan satu orang, tetapi dokter hingga manajemen tertinggi rumah sakit.

Oleh sebab itu, klaim kesehatan fiktif ini menjadi salah satu fokus KPK.

"Kenapa klaim fiktif ini jadi concern kita? Karena enggak mungkin satu orang yang ngejalanin, enggak mungkin dokter saja yang ngejalanin. Yang kita temukan sampai pemilik-pemiliknya-pemiliknya, dirutnya," ungkapnya.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Ilham Rian Pratama)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini