TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menjadi sorotan setelah angkat bicara menanggapi sosok berinisial T yang disebut-sebut sebagai pengendali judi online di Indonesia.
Ivan menegaskan, pemerintah serius menjerat sosok berinisial T itu. "Tidak takut. PPATK sekarang melakukan kajian terkait data-data. Inisial-inisial luar biasa banyak sekali. Dan posisi PPATK bukan dalam kapasitas melakukan--katakanlah--penindakan segala macam," kata dia kepada awak media saat ditemui di gedung KPAI Pusat, di Gondangdia Jakarta Pusat, Jumat 26 Juli 2024.
Ditanya terkait sosok inisial T yang ‘kebal hukum’, Ivan lagi-lagi enggan berkomentar. Menurutnya, hal tersebut tidak masuk dalam konteks terkait adanya pelanggaran hukum pidana.
“Jadi kita tidak bisa mengatakan orang kebal hukum atau tidak masuk dalam konteks saat ini,” jelasnya.
Justru, dirinya meminta awak media untuk menanyakan langsung kepada Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani tentang sosok kebal hukum tersebut.
“Tanyakan saja ke Pak Benny yang kebal hukum itu seperti apa. Apakah yang bersangkutan sudah kena pidana tapi tidak kena pidana. Seperti apa, kami tidak tahu,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan bahwa bisnis judi online di Tanah Air dikendalikan seorang berinisial T.
Menurut Benny, sosok tersebut adalah warga negara Indonesia yang mengendalikan bisnis judi online dan scamming atau penipuan online di Indonesia dari Kamboja.
"Saya cukup menyebut inisialnya T aja paling depan, yang (inisial huruf) kedua saya enggak perlu saya sebut. Dan ini saya sebut di depan presiden,” ujar Benny
Profil dan rekam jejak
Ivan Yustiavandana dilantik presiden sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Istana Negara, Jakarta, Oktober 2021. Ivan menggantikan Dian Ediana Rae.
"Mengangkat Doktor Ivan Yustiavandana SH, LLM, sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan masa jabatan tahun 2021-2026," demikian bunyi petikan Keputusan Presiden Nomor 48M Tahun 2021.
Sebelum dilantik sebagai pimpinan tertinggi PPATK, Ivan menjabat sebagai Deputi Bidang Pemberantasan PPATK. Ia menduduki jabatan tersebut sejak 7 Agustus 2020.
Ivan bukanlah sosok asing di lingkungan PPATK. Dilansir dari lama resmi PPATK, Ivan telah bergabung dan berkontribusi di PPATK sejak tahun 2006.
Sejumlah jabatan pernah Ivan emban, mulai dari Ketua Kelompok Riset dan Analis Non Bank, dilanjutkan sebagai Direktur Pemeriksaan, Riset, dan Pengembangan.
Ivan merupakan Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada dengan predikat cumlaude. Ia meraih gelar Master of Laws (LL.M) dari Washington College of Law, Washington DC, Amerika Serikat.
Selama di PPATK, Ivan mengomandani pelaksanaan fungsi PPATK dalam memproduksi Hasil Pemeriksaan dan Riset Strategis di bidang anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT).
Ia menjadi koordinator yang memimpin dan mengarahkan penyusunan National Risk Assessment on Money Laundering (NRA-ML) dan National Risk Assessment on Terrorist Financing (NRA-TF), Financial Integrity Rating (FIR), Indeks Efektivitas Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT, hingga Indeks Persepsi Publik terkait Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT.
Di lingkup regional dan internasional, Ivan aktif dalam Financial Intelligence Consultative Group (FICG), Anti-Money Laundering/Counter-Terrorist Financing Work Stream di kawasan ASEAN, Australia, dan Selandia Baru.
Jawa Barat banyak Terjerat
Ivan Yustiavandana, mengungkapkan Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah anak terbanyak yang bermain judi online.
Ivan mengungkapkan jumlah anak yang bermain judi online mencapai 41 ribu anak.
"Data anak bertransaksi judol berdasarkan provinsi itu Jawa Barat memang paling tinggi. Ada 41 ribu anak. Angka transaksinya Rp49,8 miliar. Jumlah transaksinya sampai 459 ribu per kali transaksi," ujarnya.
Sementara dari cakupan kota dan kabupaten, yang paling banyak anak-anak terjerat judi online, adalah Kota Administratif Jakarta Barat.
" Ada 4.300 anak terpapar dengan angka transaksinya Rp9 miliar sekian. Jumlah transaksinya 68 ribu," tutur Ivan.
Sementara dari lingkup kecamatan, jumlah anak yang paling banyak terpapar judi online berada di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat dengan jumlah sekitar seribu anak.
Namun dari sisi jumlah nikai transaksi, paling banyak di Karawaci.
" Jadi anak-anak yang terdata di daerah Karawaci ya, paling banyak melakukan deposit transaksi. Itu hampir Rp5 miliar. Di sana jumlah depositnya kalau yang di Cengkareng itu ada transaksinya 14 ribu sekian, kalau di Karawaci 7 ribu sekian," katanya.
Sebelumnya, PPATK mencatat dari anak usia 11-19 tahun, ada 197.054 anak yang bermain judi online dengan deposit mencapai Rp 293,4 miliar.
Tingkat nasional
Di level nasional, Ivan mengungkapkan sebanyak 1.160 anak usia di bawah 11 tahun terjerat oleh permainan judi online.
Bahkan transaksi judi online yang melibatkan anak di bawah 11 tahun ini mencapai Rp3 miliar.
"PPATK menemukan data anak bertransaksi juga berdasarkan usia. Kalau di bawah 11 tahun itu, sekali lagi ini data yang terakhir ya, yang terjadi tahun 2024, itu 1.160 anak di bawah 11 tahun. Itu angkanya sudah menyentuh Rp3 miliar lebih. Frekuensi transaksinya 22 ribu."
Pada anak umur 11 sampai 16 tahun yang bermain judi online mencapai 4.514 anak.
Total transaksi judi online anak dalam kelompok umur ini mencapai Rp 7,9 miliar. Ivan mengatakan jumlah ini sudah sangat banyak.
Sementara untuk anak rentang usia 17 hingga 19 tahun yang bermain judi online mencapai angka fantastis hingga 191.380 orang.
Jumlah transaksi anak dalam kelompok umur ini mencapai Rp 282 miliar dengan total frekuensi transaksi 2,1 juta.
"Yang paling banyak dari populasi itu adalah usia 17 hingga 19 tahun. Nah ini kan semua adalah anak-anak sekolah, anak-anak yang sedang menuntut ilmu ataupun yang sedang dipersiapkan untuk menjadi pimpinan masa depan Indonesia," pungkasnya.
Secara keseluruhan dari usia kurang dari 11-19 tahun, Ivan mengungkapkan ada 197.054 anak yang bermain judi online dengan deposit mencapai Rp 293,4 miliar.