Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan sejumlah saksi dan keluarga korban dalam kasus tewasnya Afif Maulana diduga mengalami penyiksaan hingga kekerasan diduga dilakukan oknum polisi Polda Sumbar.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas menyebut, adapun hal itu terungkap dari hasil penelahaan yang dilakukan pihaknya terkait permohonan perlindungan yang diajukan saksi dan keluarga korban dalam kasus tewasnya Afif Maulana.
"Dalam hasil penelaahan LPSK terdapat temuan, pertama terdapat 3 laporan polisi yang saling terkait yaitu LP tentang penemuan mayat, penganiayaan atau penyiksaan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian," kata Susilaningtyas dalam keteranganya, Senin (29/7/2024).
Selain itu dalam temuan berikutnya, LPSK mendapati bahwa saksi dan korban yang ditangkap pada saat kejadian merupakan anak dibawah umur.
Tak hanya itu Susilaningtyas juga menjelaskan, pihaknya juga menemukan para saksi dan korban mengalami penyiksaan dan kekerasan.
Kemudian dalam temuan ke empat, sebagian saksi dan korban sampai saat ini juga masih mengalami trauma atas kejadian tersebut.
"(Temuan) Ke lima beberapa saksi dan atau korban telah dimintai keterangan namun tidak disertai dengan surat panggilan dan tidak didampingi penasehat hukum," pungkasnya.
Resmi Lindungi 15 Saksi dan Keluarga Korban
Terkait hal ini sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) resmi memberi perlindungan terhadap 15 orang saksi dan keluarga korban terkait kasus tewasnya siswa SMP di Padang Afif Maulana yang diduga dianiaya polisi.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas mengatakan, perlindungan terhadap 15 orang itu diberikan usai pihaknya menggelar Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Selasa 23 Juli 2024 lalu.
"LPSK menerima 15 permohonan perlindungan dalam perkara kematian AM dan dugaan penyiksaan di Padang. Para pemohon terdiri dari 13 pemuda berstatus saksi dan 2 orang keluarga korban," kata Susilaningtyas dalam keteranganya, Senin (29/7/2024).
Susilaningtyas pun mengatakan, nantinya 15 terlindung itu akan mendapatkan program Pemenuhan Hak Prosedural (PHP), hak atas informasi dan rehabilitasi psikologis.
Khusus layanan PHP, lanjut Susi, hal itu bakal diberikan dalam rangka pendampingan terhadap para korban dan saksi ketika memberi keterangan pemeriksaan sejak tahap penyidikan hingga persidangan.
Adapun program PHP ini nantinya bakal diberikan khususnya kepada 13 orang yang saat ini berstatus sebagai saksi.
"Posisi mereka masih remaja dengan rentang usia 14-18 tahun akan didampingi saat menjadi saksi di kepolisian, Kejaksaan hingga di persidangan," jelas Susilaningtyas.
Sementara itu untuk 2 keluarga korban yang berinisial WE dan PP bakal mendapat rehabilitasi psikologis lantaran pada saat kejadian mereka ditangkap dan diduga mengalami penyiksaan.
"Penguatan psikologis diberikan sebagai upaya untuk memberikan penguatan dan pemulihan psikologis kepada para saksi dan korban yang kebanyakan anak dibawah umur," pungkasnya.
Baca juga: PP Muhammadiyah Surati Kapolri Desak Ekshumasi Jenazah Afif Maulana, Siswa SMP Tewas di Padang
Awal Mula Kasus
Sebelumnya, dikutip dari TribunPadang.com, seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.
Berdasarkan investigasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.
Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar," kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).
Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.
Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.
"Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A," tuturnya.
Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah
"Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM," katanya.
Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.
Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.
"Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru," kata Indira.
Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor : LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.
Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima diantaranya masih anak-anak.
Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.
"Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya," tuturnya.
Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.
"Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual," sebutnya
"Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut," tuturnya.
LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Baca juga: Jawaban Kapolda Sumbar setelah Dikabarkan Dilaporkan ke Divpropam terkait Kasus Afif Maulana
"Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa," pungkasnya.