Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adik Dini Sera Afrianti, Alfika Risma mengaku sedikit lega setelah kasus pembunuhan sang kakak turut disorot Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni dan Habiburohkman.
Meski kasus kakaknya telah mendapat perhatian dari petinggi parlemen, Alfi menyebut tak akan diam begitu saja sampai almarhum Dini mendapat keadilan pasca Ronald Tannur divonis bebas oleh hakim.
"Sedikit lega ya, karena sudah dibantu apalagi sudah disorot sama Pak Ahmad Sahroni langsung dan Pak Habiburokhman. Tapi kita tidak diam begitu saja," kata Alfi di Gedung Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA), Rabu (31/7/2024).
Sebab menurut Alfi, hingga saat ini Dini belum mendapat keadilan terlebih pembunuhan kakaknya itu malah divonis bebas oleh tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Baca juga: Buntut Vonis Bebas Ronald Tannur, Pihak Dini Afriyanti Laporkan Tiga Hakim PN Surabaya ke Bawas MA
Alhasil dirinya pun menegaskan bakal tetap mengawal kasus tersebut hingga Dini beserta keluarga besarnya mendapat keadilan.
"Kita akan tetap mengawal, soalnya kita tahu karena di negara ini kan sulit mendapat keadilan apalagi buat rakyat kecil seperti keluarga saya. Jadi kita tetap menjalankan proses ini dulu saja," pungkasnya.
3 Hakim Dilaporkan ke Bawas MA
Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum keluarga Dini Sera Afrianti melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung pada Rabu (31/7/2024).
Adapun laporan ini buntut keputusan ketiga hakim tersebut yang memvonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan terhadap Dini Sera beberapa waktu lalu.
"Agenda kami hari ini adalah melaporkan tiga Majelis Hakim yang ada di Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara kami, perkara almarhum Dini Sera Afriyanti," kata Kuasa Hukum Keluarga Dini, Dimas Yemahura kepada wartawan di Gedung Bawas MA, Jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat.
Dalam pelaporannya ini, Dimas mengatakan bahwa ketiga hakim itu dilaporkan lantaran tidak bersikap adil pada saat memimpin jalannya sidang.
Selain itu para hakim itu juga dinilai tidak bersikap jujur dan bijaksana pada saat memutus perkara yang merenggut nyawa kliennya tersebut.
"Karena di sana kami melihat, saya juga mengalami bahwasanya dalam pemeriksaan saksi ada sikap-sikap hakim yang lebih ke tendensius menghentikan saksi ketika memberikan keterangan," ucapnya.
Dugaan pihaknya pun kata Dimas terbukti dengan putusan hakim yang justru kontradiktif antara pertimbangan dengan fakta hukum yang ada dalam perkara tersebut.
Pasalnya menurut dia, dalam pertimbangannya, hakim seolah meniadakan alat bukti yang sah tanpa membandingkan dengan alat bukti yang sah lainnya.
"Artinya apa? Ini ada alat bukti yang sah, ditiadakan dianggap alat bukti ini tidak ada tanpa ada pembandingnya dan hanya dengan asumsi dan pertimbangan hakim secara pribadi.
"Tentu ini sangat mencederai asas-asas kebenaran dalam menentukan pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara," sambungnya.
Dalam perkara ini, diberitakan sebelumnya Majelis hakim di PN Surabaya dalam amar putusannya menyatakan, Gregorius Ronald Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini.
Ronald juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis dibuktikan dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Untuk itu, Ronald dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim kemudian membebaskan Ronald dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas dalam sidang pada Rabu (24/7/2024).
Vonis tersebut pun menuai kecaman baik dari masyarakat maupun anggota DPR.
Komisi III DPR pun baru-baru ini telah menggelar rapat bersama keluarga korban untuk mendengar kesaksian dari keluarga korban.
Namun pihak Kejari Surabaya menyatakan akan mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut.
Namun demikian, upaya itu masih menunggu salinan putusan dari PN Surabaya.